TangerangNews.com

Bisnis Bongkar Rumah, Dilirik Pengusaha

| Minggu, 16 Mei 2010 | 08:06 | Dibaca : 259065


Sebuah Pool bus bernama PO Karo Bus yang terletak di Jalan Daan Mogot, RT 01/03, Kelurahan Batuceper, Kecamatan Batuceper, dibongkar paksa oleh puluhan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP Kota Tangerang dengan alat berat. (tangerangnews / tangerangnews)


 TANGERANGNEWS-Bisnis bongkar membongkar rumah, menjadi lahan usaha baru para tukang bangunan dan pengrajin kayu. Mereka yang dulu menjadi kuli bangunan, kini bisa memiliki usaha sendiri.

Misalnya saja Fahri. Dia dulu menjadi tukang bangunan dan berdagang kayu bekas. Kini dia membuka usaha bongkar bangunan.

"Ya ini baru mencoba usaha baru. Makanya saya menempel plang atau brosur menerima bongkaran rumah atau gedung," kata Fahri ,52, asal Cirebon, Jawa Barat yang ditemui di rumahnya di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan.

Untuk memulai usaha barunya itu, Fahri pun menyuruh anaknya untuk menyebar pamflet dan brosur yang ditempeli di tiang listrik dan pepohonan di sepanjang Jalan Pondok Cabe, Cirendeu, Lebak Bulus, hingga Fatmawati. "Biar orang tahu, kali saja ada yang mau membongkar rumah dan kita bisa jual lagi bahan bangunan bekasnya. Mungkin Mas mau?" ujarnya seraya menawarkan jasa.

Fahri pun mengawali kisahnya mudanya yang ikut ayahnya almarhum Soleh, yang sempat berjualan kayu-kayu bekas di kawasan Kota, Jakarta Barat. Haji Soleh selain berjualan kayu, juga merupakan tukang bangunan yang sangat piawai membangun rumah. "Nah, saya dulu sering ikut bapak bekerja waktu di kota. Bapak juga dulu sering membeli rumah orang untuk dibongkar dan diambil bahan bangunannya," kenangnya.

Nah, Fahri kini juga membuka usaha bongkaran rumah dan lalu menjual bahan bangunan bekas hasil bongkara. Sekarang sudah satu bulan Fahri menjalani usahanya ini. Fahri mengaku, dari rumah atau bangunan yang akan diambil, bahan baku seperti kayu, besinya itu dinilai atau ditaksir dahulu.

"Kalau rumah kampung nggak laku dan nggak ada yang bisa diambil. Yang paling kita cari itu memang kayu, khususnya kusen untuk jendela, pintu, kaso rangka atap. Biasanya yang paling kita cari kayu untuk jenis kamper atau jati. Ini lebih mahal soalnya. Nah, kalau batanya biasanya kita angkut lalu kita buang," ungkapnya lagi.

Sementara untuk bahan genteng, ubin, keramik, wastafel atau kloset, diakui Fahri lagi, kurang diminati para pembongkar rumah. Alasannya, bahan-bahan itu mudah hancur ketika terjadi pebongkaran. "Kalau besi, walau karatan masih bisa dijual untuk dilebur lagi. Besi biasanya dicari para tukang las besi pembuat pagar dan teralis. Kayu biasanya untuk kusen, pintu atau dibuat furniture," jelasnya.

Diakui Fahri, bisnis bongkar rumah atau berjualan bahan bangunan bekas sebenarnya diawali para kuli, tukang bangunan, tukang kayu dan pengrajin kusen asal Jawa. "Walau sudah lama, kalau yang berasal dari Madura baru belakangan datangnya. Bisnis seperti ini memang sekarang ini sangat banyak saingannya," jelasnya.

Untuk melakukan proyek pembongkaran rumah, Fahri menerangkan, pihaknya harus membeli rumah itu dengan harga taksiran barang yang akan diambil. "Dari situ baru ketahuan untung apa rugi," jelasnya.

Fahri pun mengatakan rumah yang akan dibeli bisa antara Rp 10 juta atau rumah yang akan dibongkat sekaliber perumahan di Pondok Indah bisa Rp 70 juta. "Pemilik rumah yang meminta pembongkaran akan melakukan seleksi dengan para pembongkar. Siapa di antara kita yang bisa bayar mahal itu maju. Tapi kita kalau terlalu mahal dan tak menguntungkan akan mundur," ungkapnya lagi.

Guna melakukan pembongkaran, Fahri menjelaskan, memang tidak ada istilah karyawan atau pegawai tetap. Kebanyakan anak buahnya merupakan kuli cabutan. "Ya tentunya kuli yang sudah kita kenal lama dan ahli di bidangnya. Mereka ini kita bayar untuk membongkar dan mengangkut bahan bangunan bekas itu," katanya.(dira/dtk)