Oleh: Fajrina Laeli, Aktivis Muslimah
TANGERANGNEWS.com-Tahun 2025 sudah setengah tahun terlewati, tetapi kabar dunia pendidikan masih terus mengiris hati. Hari ini, datang dari tenaga pengajar yang tunjangan tambahan (tuta) dicoret dari APBD Provinsi Banten tahun 2025. Dampaknya, selama enam bulan terakhir Pemerintah Provinsi Banten belum membayarkan tunjangannya kepada ribuan guru (tangerangnews.co.id, 24/6/2025).
Tuta ini mengalami penyesuaian dan penundaan sebagaimana Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Inpres tersebut menekankan pada efisiensi belanja, terutama di bidang nonprioritas. Oleh karena itu, dapat dipastikan akan mengalami penyesuaian dan penundaan (swarabanten.com, 5/7/2025).
Rina Dewiyanti, selaku Kepala Badan pengelolaan keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, juga membenarkan bahwa tunjangan tugas tambahan guru memang benar tidak dianggarkan dalam APBD murni tahun ini. Menurutnya, tugas tambahan yang dilakukan oleh guru seharusnya memang menjadi tugas mereka yang tidak layak mendapat honorarium karena dianggap sebagai beban kerja guru (tangerangnews.co.id, 24/6/2025).
Adapun tugas tambahan yang dijalankan oleh guru yaitu pengawasan, bimbingan kegiatan ekstrakulikuler, hingga pengelolaan administrasi sekolah. Padahal, tunjangan tambahan tersebut menjadi salah satu motivasi guru untuk bekerja optimal di tengah sulitnya beban ekonomi yang ditanggung.
Alih-alih diberikan kesejahteraan, nasib guru justru makin disengsarakan oleh negara. Kabar ini bagaikan duka yang mengancam hidup para guru. Imbas kebijakan ini, kabarnya tidak sedikit guru yang berencana mengikuti aksi turun ke jalan untuk mengembalikan hak mereka.
Rendahnya kesejahteraan guru ini menggambarkan bagaimana minimnya perhatian dan penghargaan atas profesi penting yang mempengaruhi masa depan bangsa. Padahal tenaga pengajar adalah tulang punggung bagi pendidikan. Sudah sepantasnya penguasa memberikan perhatian besar kepada mereka dengan kebijakan yang tidak merugikan.
Guru adalah profesi mulia yang menciptakan karakter unggul dan berkualitas sebagai agen perubahan. Sebab, di tangan pengajar yang tepat akan terlahir juga calon-calon pemimpin masa depan dan tonggak peradaban. Bagaimana guru yang berkualitas akan didapatkan jika kesejahteraan pun jauh dari angan?
Jika pemerintah terus memberikan kebijakan tanpa memikirkan nasib guru, niscaya minat kaum muda untuk menjadi tenaga pengajar pun akan surut. Makin sulit pula mencari guru yang mumpuni sehingga berdampak pada regenerasi guru. Akibatnya, produktivitas pun akan tersendat.
Kurangnya kesejahteraan guru membuat mereka sibuk untuk memenuhi kebutuhan di tengah sempitnya ekonomi. Maka tak heran, jika para guru ini akan kesulitan untuk fokus melakukan perubahan pada siswa yang menjadi harapan bangsa. Sistem kapitalisme dengan kebijakan yang sembrono ini makin nyata menggerus penghargaan atas jasa besar para pengajar.
Allah swt. berfirman dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11, “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat”. Dari ayat tersebut dapat dipastikan bahwa hanya dalam naungan Islam seorang yang berilmu akan dimuliakan, termasuk para guru. Islam mampu memberikan yang terbaik bagi tenaga pengajar.
Terbukti dalam sejarah, madrasah Ash-Shahiliyah yang didirikan oleh Najmuddin Ayyub (1241 M), setiap pengajar di madrasah ini digaji 40 Dinar (Rp154.418.140) setiap bulannya. Adapun operasional para pengajar diberi 2000 Dinar (Rp7.720.907.000) tiap bulannya (Husnul Muhadharah, Juz 2, hlm. 58).
Hal ini tak dapat dimungkiri bahwa dengan sistem ekonomi Islam yang memiliki beragam sumber pemasukan, termasuk dari pengelolaan sumber daya alam, yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan SDA ini didistribusikan oleh negara semata-mata untuk kepentingan rakyat. Salah satunya untuk penyelenggaraan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi siswa dan menyejahterakan bagi guru.
Sungguh kebahagiaan pengajar hanya bisa didapat dengan campur tangan Islam. Sistem kapitalisme hari ini telah nyata menyengsarakan guru dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan Islam niscaya tidak ada kebijakan yang merugikan salah satu pihak, karena aturan yang dipakai murni dari Allah Swt. Wallahualam bissawab.