TANGERANGNEWS.com- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan cuaca ekstrem masih sangat mungkin terjadi di banyak wilayah Indonesia meski secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.
Hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30 persen wilayah yang benar-benar masuk ke musim kemarau, sementara sebagian besar daerah lainnya justru masih diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi atmosfer global dan regional yang masih labil menjadi penyebab utama terbentuknya awan konvektif penyebab hujan deras.
Beberapa fenomena atmosfer seperti gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin, zona konvergensi angin, hingga potensi sirkulasi siklonik, terus mendorong pembentukan awan hujan berskala luas.
“Meskipun kita sudah memasuki pertengahan musim kemarau, berbagai faktor atmosfer global dan regional masih mendukung terjadinya hujan lebat dan cuaca ekstrem di banyak wilayah,” ujar Dwikorita dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat, 11 Juli 2025.
Ia menjelaskan, beberapa wilayah bahkan telah mencatat curah hujan tinggi dalam beberapa hari terakhir. Pada 9 Juli, hujan harian di atas 50 mm tercatat di Nabire dan Kalimantan Barat.
Sehari sebelumnya, hujan lebat juga mengguyur Papua Barat, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Maluku, dan Papua, yang menyebabkan bencana seperti banjir, longsor, pohon tumbang, hingga kerusakan infrastruktur.
BMKG memprediksi potensi cuaca ekstrem masih tinggi pada periode 12–18 Juli 2025. Hujan lebat diperkirakan terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Sejumlah wilayah juga telah masuk dalam status siaga.
Selain hujan deras, angin kencang diperkirakan melanda wilayah barat hingga timur Indonesia, termasuk Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Sementara di laut, angin dengan kecepatan lebih dari 25 knot berpotensi menimbulkan gelombang tinggi di berbagai perairan seperti Laut Natuna Utara, Laut Jawa bagian timur, Laut Banda, Laut Arafuru, hingga Samudera Hindia di sebelah barat daya Banten dan selatan Nusa Tenggara Timur.
Dwikorita mengimbau masyarakat untuk tidak meremehkan potensi bahaya dari cuaca ekstrem. Ia meminta warga menjauhi area terbuka saat terjadi petir, menghindari berlindung di bawah pohon atau bangunan tua saat angin kencang, serta tetap menjaga kesehatan karena cuaca panas masih mungkin muncul di tengah hujan yang aktif.
“Masyarakat harus tetap waspada, meskipun secara kalender kita berada di musim kemarau. Jangan lengah. Cuaca bisa berubah cepat dan membawa dampak besar,” pungkasnya.