TangerangNews.com

Tunda Rilis Angka Kemiskinan Terbaru, Ini Penjelasan BPS

Fahrul Dwi Putra | Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:46 | Dibaca : 23


Ilustrasi kemiskinan (@TangerangNews / Freepik)


TANGERANGNEWS.com- Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan klarifikasi terkait penundaan pengumuman data kemiskinan nasional yang semula dijadwalkan pada 15 Juli 2025. 

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan, keputusan itu murni dilakukan untuk menjamin keakuratan dan kualitas data yang akan dirilis ke publik.

“BPS akan terus menyampaikan data seobjektif mungkin. ini salah satu alasan kami yang tanggal 15 Juli kemarin kami menunda karena ingin memastikan kualitas dan keakuratan data. Jadi tidak ada alasan lain,” ujar Amalia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi X DPR RI di Senayan, dikutip dari detikFinance.

Pernyataan itu menanggapi kritik Wakil Ketua Komisi X DPR RI Maria Yohana Esti Wijayati, yang mempertanyakan keterlambatan BPS dalam menyampaikan data, serta menyinggung potensi adanya pesanan dalam penyusunan data statistik nasional.

Amalia menepis anggapan tersebut dan menjelaskan jika lembaga yang dipimpinnya tersebut tidak pernah menerima permintaan dari pihak manapun untuk menyesuaikan atau memanipulasi data.

“Kami tidak pernah mendapatkan pesanan, tetapi kami ingin terus mengedepankan kualitas dalam rangka menyajikan data. Karena kami menyadari bahwa semakin lama data BPS menjadi rujukan, artinya kami tidak boleh salah dalam menyajikan data,” jelasnya.

Lanjutnya, saat ini proses finalisasi data kemiskinan masih berlangsung. Proses tersebut juga melibatkan penyesuaian dengan data dari Bank Dunia agar mutu dan kredibilitas data BPS tetap terjaga.

Menurut Amalia, penundaan rilis bukan hal baru yang dilakukan BPS. Ia mencontohkan rilis ekspor-impor yang juga sempat dijadwalkan ulang. 

“Itu waktu 15 Mei harusnya diumumkan kami tunda ke tanggal 1 bulan berikutnya, dan kemudian kami saat ini terus melakukan pengumuman di tanggal 1, tidak di 15 lagi,” terangnya.

Penyesuaian waktu ini, menurutnya, disebabkan karena durasi dua pekan tidak cukup untuk verifikasi data. Salah satu kendalanya adalah keterlambatan data dari PT Pos. Selain itu, perubahan jadwal juga memungkinkan BPS merilis data secara serentak di 34 provinsi.

Di sisi lain, Esti menyoroti perbedaan angka dalam beberapa indikator penting. Salah satunya soal target literasi membaca tahun 2026 yang dipatok 65,89%, sementara data dari Perpustakaan Nasional menyebut angka literasi 2024 sudah mencapai 72,44%.

“Berarti kan kami salah mencantumkan target di tahun 2026. Nah ini siapa yang seharusnya memperbaiki Sementara kemarin kami sudah dok (ketuk palu) di Rapat Banggar. Tentu ini kan menjadi problem,” kata Esti.

Esti mengaku khawatir data-data tersebut bisa saja dipengaruhi kepentingan tertentu, sehingga dimanipulasi.

"Mohon untuk di dalam penyusunan data BPS ini jangan mengandung pesanan yang berimplikasi terhadap bagaimana supaya daerahku angka kemiskinannya naik, dibuat tinggi, agar apa? Agar bantuannya banyak. Atau sekolah, bagaimana aku pesan daerahku literasinya rendah, atau angka putus sekolahnya tinggi atau bagaimana,” tukasnya.