TangerangNews.com

Revisi RTRW Kota Tangerang, Dinas PUPR Libatkan Warga dan Akademisi Bahas Tata Ruang Kota

Redaksi | Selasa, 19 Agustus 2025 | 17:36 | Dibaca : 64


Wali Kota Tangerang Sachrudin membuka konsultasi publik revisi RTRW yang digelar Dinas PUPR Kota Tangerang, Selasa 19 Agustus 2025. (@TangerangNews / Redaksi )


TANGERANGNEWS.com – Dinas PUPR Kota Tangerang menggelar konsultasi publik pertama revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang 

Kegiatan yang melibatkan warga dan akademisi untuk merancang tata kota ke depan ini dibuka oleh Wali Kota Tangerang Sachrudin dan ditutup oleh Wakil Wali Kota Tangerang Maryono Hasan di Aula Al Amanah Puspemkot Tangerang, Selasa 19 Agustus 2025. 

Kepala Dinas PUPR Kota Tangerang,  Taufik Syahzaeni menegaskan, keterlibatan masyarakat menjadi kunci dalam penyusunan dokumen RTRW. 

Menurutnya, konsultasi publik penting agar isu sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang dihadapi warga bisa masuk dalam revisi tata ruang kota.

“RTRW bukan sekadar dokumen teknis, tetapi arah pembangunan ke depan. Karena itu, masukan dari masyarakat sangat kami butuhkan, terutama terkait isu sosial yang sering sulit tergambarkan dalam kajian teknis,” jelas Taufik.

Ia menerangkan, revisi RTRW ini dilakukan setelah adanya izin dari Kementerian ATR/BPN, perubahan RTRW Provinsi Banten, serta aturan baru pengembangan kawasan Jabodetabekjur. 

Selain itu, RTRW memang wajib ditinjau setiap lima tahun sekali agar sesuai dengan perkembangan wilayah dan RPJMD Kota Tangerang yang baru.

“Selain itu, di sekitar kita ada sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang harus ditangkap sebagai peluang. Maka, dokumen RTRW ini perlu disesuaikan agar sinkron dengan pembangunan daerah sekitar dan kebijakan nasional,” tambahnya.

Dalam forum tersebut, peserta juga diajak menyoroti tiga isu besar yang dipaparkan dalam materi teknis, yakni isu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Salah satu perhatian utama adalah masalah lingkungan, mulai dari sampah hingga banjir yang masih menjadi tantangan kota.

Taufik menegaskan bahwa setelah rangkaian konsultasi publik dan kajian selesai, dokumen revisi RTRW akan melalui proses sinkronisasi dengan daerah sekitar, mendapatkan persetujuan substansi dari ATR/BPN, dan diajukan ke DPRD sebagai Raperda untuk disahkan.

“Kami ingin memastikan RTRW ini lahir dari partisipasi semua pihak, bukan hanya pemerintah. Dengan begitu, pembangunan Kota Tangerang benar-benar sejalan dengan kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ir. Medtry, ST, MT, dari Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (Aspi) sekaligus Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Indonesia menekankan pentingnya revisi RTRW bagi keberlanjutan pembangunan Kota Tangerang.

“RTRW ini sangat penting karena akan menentukan pembangunan ke depan. Dokumen tata ruang harus sinkron dengan program unggulan Kota Tangerang, seperti peningkatan ekonomi, pengendalian lingkungan, hingga penyediaan ruang terbuka hijau sesuai amanat undang-undang,” kata Medtry.

Menurutnya, target 30 persen ruang terbuka hijau (RTH) bisa diwujudkan dengan kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat. “RTH ini penting bukan hanya untuk estetika, tetapi juga sebagai resapan air agar Tangerang tidak terus-terusan dilanda banjir,” tambahnya.

Medtry juga menyoroti masalah transportasi dan mobilitas. Ia menilai, solusi tidak hanya dengan melebarkan jalan, tetapi juga memperkuat transportasi umum, jalur pedestrian, dan aksesibilitas di titik-titik mobilitas tinggi seperti stasiun. 

“Masyarakat harus didorong beralih ke angkutan umum. Infrastruktur kota harus mendukung itu,” tegasnya.

Selain aspek teknis, Medtry mengingatkan agar revisi RTRW tetap menjaga karakter Kota Lama Tangerang sebagai kawasan heritage. 

“Nilai sejarah tidak boleh hilang. Kota Lama harus dipertahankan identitasnya, sementara daerah lain bisa dikembangkan dengan bangunan modern dan tinggi,” ujarnya.

Dalam konteks ekonomi, ia menekankan pentingnya penataan ruang bagi pelaku usaha kecil agar tetap berkembang tanpa merusak tata kota.

“Desain tata ruang harus mengatur ruang bagi pedagang kecil, misalnya dengan menyediakan sentra kuliner atau taman jajan. Dengan begitu, budaya terjaga, ekonomi tumbuh, dan kota tetap tertata,” pungkas Medtry. (Adv)