TangerangNews.com

Ribuan Siswa Keracunan, Guru Besar UGM Sarankan Sekolah Berani Tolak Program MBG

Rangga Agung Zuliansyah | Jumat, 26 September 2025 | 14:30 | Dibaca : 23


Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc., Guru Besar Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada (UGM). (@TangerangNews / Istimewa)


TANGERANGNEWS.com-Kasus keracunan yang terus berulang dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik tajam dari kalangan akademisi.

Prof. Dr. Ir. Sri Raharjo, M.Sc., Guru Besar Teknologi Pangan UGM, menyarankan sekolah dan orang tua berhak menentukan sikap, bahkan menolak program penyediaan makanan jika dinilai belum siap, demi menjamin kesehatan anak.

Menurut Prof. Sri Raharjo, akar persoalan keracunan yang telah menimpa ribuan siswa di berbagai wilayah, termasuk Baubau, Banggai, dan Garut, adalah lemahnya pengawasan dan target program yang dinilai terlalu ambisius.

“Istilahnya too much too soon,” ujarnya di Kampus UGM, Jumat 26 September 2025.

Ia mengkritik target pemerintah untuk menyasar 80 juta siswa pada tahun pertama sebagai langkah terburu-buru.

Sebab, membangun puluhan ribu unit dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam waktu singkat membutuhkan sumber daya dan sistem yang besar, namun tidak diimbangi dengan kualitas pengawasan yang memadai.

 

Pengawasan Lemah dan Risiko Pangan Tidak Matang

Prof. Sri Raharjo menekankan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga baru belum memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup, sementara SPPG belum siap secara menyeluruh.

Akibatnya, fungsi pengawasan keamanan pangan tidak berjalan optimal.

"Jika siswa yang ditargetkan semakin banyak.. Tetapi pengawasannya tetap lemah, hal ini relevan dengan kasus keracunan yang meningkat," jelasnya.

Memasak ribuan porsi dalam waktu singkat juga menimbulkan risiko makanan tidak matang merata, sehingga potensi bakteri patogen dan zat beracun masih hidup.

 

Desakan Payung Hukum dan Evaluasi Total

Guru Besar UGM tersebut mengingatkan kegagalan pengelolaan MBG dapat menyebabkan kerugian jangka panjang, termasuk gangguan kesehatan anak dan penurunan kepercayaan publik.

Ia mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan aturan khusus atau payung hukum untuk program MBG yang menjamin keamanan pangan, mencontoh negara seperti Jepang yang memiliki undang-undang resmi tentang makan siang di sekolah.

Sampa regulasi dan pengawasan diperbaiki, Prof. Sri Raharjo menegaskan sekolah dan orang tua tidak perlu takut untuk bertindak.

"Jika mereka merasa program belum siap, mereka bisa menolak dan tidak bisa dipidanakan," tegasnya.

Ia menekankan pentingnya evaluasi dan pendataan gizi siswa secara menyeluruh untuk memastikan program ini benar-benar mencapai tujuan peningkatan gizi.