TangerangNews.com

Mengembalikan Misi Santri Sebagai Agen Perubahan

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 12 November 2025 | 15:42 | Dibaca : 32


Hany Handayani Primantara, SP., Pegiat Literasi. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)


Oleh: Hany Handayani Primantara, S.P (Aktivis Muslimah Banten)

 

TANGERANGNEWS.com-Tidak banyak orang yang tahu bahwa tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Dasar penetapan HSN diambil dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015. Berdasarkan peristiwa bersejarah tentang Resolusi Jihad yang dilakukan oleh ulama KH. Hasyim Asy'ari penetapan HSN dikukuhkan. Resolusi ini membangkitkan semangat para santri untuk melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Hari Santri merupakan momentum penting untuk mengenang jasa para ulama dan santri yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Prabowo Subianto selaku Presiden Republik Indonesia, turut menyampaikan ucapan selamat di Hari Santri kemarin. Mengajak semua orang untuk mengenang semangat juang para santri. Berkat ilmu, iman, taqwa, dan cinta tanah air, mereka turut merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (presidenri.go.id, 25-10-25)

Sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap peran penting pesantren dalam pendidikan moral, penguatan karakter generasi muda, serta pengembangan ekonomi berbasis umat, presiden telah merestui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama. Hal ini merupakan wujud komitmen negara terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pesantren di seluruh Indonesia. (kompas.com, 25-10-25)

 

Salah Kaprah Peran Santri

Secara umum masyarakat memahami bahwa santri memiliki peran strategis sebagai penjaga moral dan pelopor kemajuan yang menguasai ilmu agama sekaligus ilmu dunia. Harapannya melalui pendidikan, kewirausahaan, dan pemanfaatan teknologi, santri menjadi kekuatan moral yang mampu bersaing secara positif di tingkat global. Dari pemahaman yang dangkal itu akhirnya hari santri hanya sekadar dijadikan momentum tahunan yang perayaannya sebatas seremonial saja, tanpa ada esensi mendalam terkait peran santri sesungguhnya di tengah masyarakat.

Sekalipun presiden sempat menyanjung tentang peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu namun nampaknya berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sejalan dengan pujian tersebut. Seperti program peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pesantren. Kebijakan itu menunjukkan, pemerintah seakan-akan hanya memanfaatkan santri untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi semata. Padahal, jelas dalam Islam tidak mengenal istilah moderasi beragama. Sebab sejatinya itu merupakan ide-ide dari pihak asing yang berkepentingan tertentu. 

Begitu pula dengan arahan untuk menjadi agen pemberdayaan ekonomi, dimana tujuannya tidak lain adalah cuan dan kepentingan materi oleh pihak asing. Ini merupakan arahan yang telah melenceng dari awal dibentuknya peran santri itu sendiri. Di satu sisi, pemerintah pun sengaja tidak mengarahkan santri untuk memiliki visi dan misi jihad melawan penjajahan gaya baru. Peran strategis santri justru sengaja dibajak untuk mengokohkan kepentingan orang-orang kapitalis.

 

Kembalinya Peran Santri Sesuai Syariat 

Islam memandang santri sebagai agen perubahan, berani melakukan amar makruf nahi mungkar. Santri merupakan seorang revolusioner yang mampu menggerakkan massa demi terciptanya kebangkitan di tengah-tengah umat. Islam menggambarkan peran santri sebagai sosok faqih fiddin (ahli dalam ilmu agama) rujukan bagi umat dalam menyelesaikan masalah. Maka arahan kebijakan negara dalam mengakomodir berbagai peran santri harus sesuai dengan visi misi Islam. Tidak boleh keluar dari jalur tersebut, agar potensi santri bisa tergali dengan optimal.

Ketika santri mengimplementasikan peran strategisnya melalui dukungan negara, maka santri mampu menjaga umat dari pemikiran-pemikiran asing yang dapat merusak aqidahnya. Setelah aqidah mereka terjaga dan nafsiyah tertata dengan keterikatan terhadap hukum syara, secara otomatis peradaban Islam yang cemerlang pun akan segera terwujud sesuai dengan harapan kaum muslim. 

Dalam hal ini, negara memiliki peran utama sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia. Visi misinya yakni mampu mencetak para santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman. Hal ini sejalan dengan sejarah perjuangan para ulama ketika berjihad melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Dengan begitu peran santri bisa dikembalikan sesuai dengan tuntunan syariat. Alangkah baiknya jika kita bisa memanfaatkan momentum Hari Santri Nasional ini dengan menjadikannya momen aktivasi peran santri sebagai faqih fiddin dan agen perubahan secara revolusioner. Bukan hanya mengisinya dengan serangkaian kegiatan seremonial seperti upacara, kirab, baca kitab sampai membuat festival sinema yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap kebangkitan umat secara menyeluruh. Hal ini relevan dengan perintah Allah dalam firman-Nya.

“Dan hendaknya masing-masing setiap golongan ada sekelompok orang yang pergi meninggalkan kaumnya untuk (tafaqquh fi al-diin) belajar dan mempelajari agama, agar kelak apabila pulang kembali ke kaumnya bisa memberi peringatan sehingga kaum tersebut bisa menjaga diri” (QS. At-Taubah:122)

Wallahu alam bishowab.