Jumat, 3 Mei 2024

Romantika Probo dan Mas Harto

Probosutedjo(tangerangnews / istimewa)


TANGERANGNEWS-Adik mantan Presiden Soeharto, Probosutedjo meluncurkan sebuah memoar yang menceritakan hubungan dirinya dan mantan presiden kedua RI tersebut. Buku setebal 680 halaman itu tepat diluncurkan dalam peringatan ulang tahun dirinya yang ke-80.
 
Probosutedjo yang sempat meringkuk di LP Sukamiskin, Bandung tersebut menuangkan kisahnya bersama Pak Harto. Ia berusaha menyampaikan pandangan berbeda atas sosok Soeharto yang sering dianggap tak bersahabat pada Soekarno di salah satu bagian bukunya.

"Hubungan saya bukan sekedar keluarga, sering-sering berikan peringatan dan sering-sering berikan bantuan. Semenjak G30S waktu saya tersita membantu Mas Harto agar hidupnya bisa lancar dalam kehidupannya," ujarnya dalam sambutan perayaan ulang tahunnya di Jakarta, Sabtu (1/5).

Menurut Probo, sosok Soeharto merupakan tokoh yang berjiwa nasionalisme utuh dan selalu berpikir untuk kebaikan negara. Dirinya menjadi saksi bagaimana Soeharto berjuang dalam masa yang berbeda-beda, mulai dari masa perang hingga Orde Baru.

"Sudah cukup lama Mas Harto menahan rasa kesal pada PKI. Menjelang Agresi Militer ke-2, saya mengingat dia sudah mulai sering curhat soal PKI. Menggerutu karena tak suka," ungkapnya dalam bab G30SPKI dan tindakan Mas Harto.

Pernyataan itu seperti menjawab tudingan tajam bahwa Soeharto merupakan bagian dari PKI. Dia menambahkan bahwa Soeharto sudah mengamati dan mengetahui perkembangan PKI mulai dari Madiun. Ia juga menceritakan jika PKI berdasarkan penuturan Soeharto, sudah masuk kedalam tubuh TNI. Seiring perjalanan waktu, PKI pun semakin berkembang hingga akhirnya berada dekat dengan Bung Karno. Hal ini, tutur dia, membuat Soeharto gemas.

"Dia bilang "Dia (Bung Karno) selalu meributkan Malaysia dan Malaysia. Padahal Malaysia tidak seberapa bahaya. Yang bahaya banget itu ya PKI!" gerutunya," tutur Probo di salah satu lembar bukunya.

Tak lengkap jika peristiwa G30SPKI jika tidak dibarengi dengan cerita Supersemar. Probo memuat satu bab tersendiri soal cerita ini. Ia berusaha meyakinkan jika surat perintah itu benar-benar ada yang memerintahkan kakaknya untuk memulihkan keamanan tanpa pernyataan pembubaran PKI. Surat itupun akhirnya dipegang oleh Brigjen Sutjipto dari Komando Tinggi untuk digandakan.

"Mas Harto tidak menyimpan surat tersebut karena dia berfokus pada hakikat tanggung jawabnya. Bukan pada fisik surat dalam bentuk selembar kertas," tukasnya.

Buku ini juga memuat cerita Probo tentang dirinya sendiri. Ia menjawab tuduhan atas bisnis-bisnisnya yang dikaitkan dengan KKN, termasuk pengalamannya saat dijebloskan kedalam penjara pada tahun 2003. Ia menceritakan bahwa pengalaman di Sukamiskin merupakan saat memulai kehidupan baru. Hidup di penjara pun memberikan kesan positif karena banyak kerabat yang rajin menyambangi.

"LP Sukamiskin memberikan restu pada saya untuk mengolah lahan-lahan kosong yang tak terpakai dan mulailah saya mengajak para napi bekerja," ujarnya mengenang kehidupan di Sukamiskin.
Hasilnya, area LP Sukamiskin menjadi ladang pertanian. Para napi menanam berbagai macam tumbuhan, seperti cabe merah, bayam dan melon hingga sukses panen. Bahkan, ia menjadi pemegang rekor penyelenggara seminar pertama di dalam penjara oleh MURI. Tetap saja pikiran terhadap Soeharto ada didalam benaknya.

"Saat saya datang, Mas Harto berada dalam kondisi sadar. Tangannya memeluk saya erat, dan dia menangis. Dia tak bisa bicara apa-apa kecuali menatap saya dengan dalam," kenangnya mengingat saat-saat terakhir bersama Soeharto.

Peluncuran buku sekaligus perayaan peluncuran bukunya dihadiri beberapa figur, diantaranya Prabowo Subianto, Quraish Shihab, mantan wakil presiden Try Sutrisno, dan mantan Menperin Fahmi Idris."Saya harap buku ini bisa memberi gambaran pada generasi muda bagaimana Soeharto," tukasnya. (dira)
 

Tags