Selasa, 13 Mei 2025

Jangan Takut Ambisius: Perempuan Berhak Bermimpi Tinggi

Alpun Hasanah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Tangerang.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Alpun Hasanah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Tangerang

 

Ambisi Perempuan Itu Bukan Cacat Karakter, Tapi Tanda Keberanian

Ambisi sering kali dipandang buruk, apalagi ketika dimiliki oleh perempuan. Budaya patriarki mengajarkan bahwa perempuan ideal adalah yang kalem, tidak menuntut banyak, dan mendukung dari belakang. Maka, ketika ada perempuan yang terang-terangan menyatakan mimpi besarnya, ia dianggap “sombong”, “tidak tahu diri”, bahkan “melawan kodrat”. Ini menciptakan trauma kolektif yang membuat banyak perempuan menyembunyikan potensi mereka sendiri.

Padahal, ambisi bukan tentang keserakahan atau ego besar. Ambisi adalah bentuk keberanian untuk berkata, “Aku bisa lebih dari ini.” Ia adalah bahan bakar yang mendorong seseorang untuk berkembang, mengejar makna hidup, dan menciptakan perubahan. Dalam banyak hal, perempuan bahkan menghadapi tantangan ganda—mengurus rumah, menghadapi diskriminasi, dan tetap ingin maju. Maka ambisi bukan sekadar berani, tapi juga bukti daya tahan luar biasa.

Kita perlu membalik narasi lama yang menyudutkan perempuan ambisius. Bukannya dianggap ancaman, mereka seharusnya dirayakan sebagai pionir. Dunia tidak akan berubah jika semua orang tetap berada di tempat yang nyaman. Maka perempuan yang berani bermimpi besar adalah penggerak zaman—yang meskipun dilabeli “terlalu” ini dan itu, tetap memilih untuk melangkah maju.

 

Norma Sosial Yang Masih Membatasi Ruang Gerak Perempuan 

Norma sosial adalah dinding tak kasatmata yang tetap kokoh di berbagai budaya. Banyak perempuan dibesarkan dengan pesan tidak langsung bahwa mereka “tidak boleh lebih dari laki-laki”, bahwa terlalu pintar bisa membuat laki-laki takut, dan bahwa mengejar karier akan membuat mereka dicap ‘tidak perempuan’. Akibatnya, banyak yang mengorbankan mimpi demi diterima lingkungan.

Realitanya, norma seperti ini tidak hanya menekan perempuan secara psikologis, tapi juga membatasi kemajuan sosial secara kolektif. Jika perempuan terus dicegah untuk masuk ke ranah ilmu, teknologi, atau kepemimpinan, maka separuh dari kekuatan bangsa tidak digunakan secara optimal. Dunia akan kekurangan perspektif, inovasi, dan solusi yang hanya bisa datang dari keberagaman gender.

Meruntuhkan norma tidak berarti menolak budaya, tapi berani menyaring mana yang adil dan mana yang tidak. Perempuan tidak dilahirkan untuk menjadi pengikut. Mereka adalah pemimpin alami di rumah, komunitas, dan tempat kerja—hanya saja selama ini peran itu tidak diakui secara resmi. Jika norma bisa berubah mengikuti zaman, maka sudah saatnya norma soal peran gender ikut direformasi.

 

Minimnya Role Model Membuat Ambisi Perempuan Terbendung

Sulit bagi seseorang untuk membayangkan dirinya di posisi tertentu jika tidak pernah melihat contoh nyata di sekitarnya. Itulah pentingnya role model. Ketika semua tokoh penting dalam pendidikan, bisnis, atau pemerintahan didominasi laki-laki, maka sulit bagi anak perempuan untuk membayangkan dirinya berada di posisi itu.

Bukan karena perempuan tidak mampu, tapi karena ruang bagi mereka masih sempit. Banyak perempuan hebat yang bekerja keras tanpa sorotan, tanpa penghargaan, tanpa narasi yang membesarkan. Padahal keberadaan mereka sangat penting sebagai cermin dan harapan bagi generasi berikutnya.

Mengangkat kisah-kisah perempuan sukses dari berbagai latar belakang adalah strategi revolusioner. Ia menunjukkan bahwa kesuksesan bukan milik satu jenis gender. Ketika perempuan melihat sesamanya berhasil, mereka mulai percaya bahwa impian mereka juga valid dan layak dikejar.

 

Standar Sosial Membuat Perempuan Merasa Harus Mengecilkan Diri

Salah satu hambatan terbesar bagi ambisi perempuan adalah tekanan untuk mengecilkan diri demi diterima. Di banyak ruang, perempuan diajarkan untuk "tidak terlalu bersinar", agar tidak dianggap sombong, tidak menakutkan bagi laki-laki, atau tidak "melampaui kodrat".

Hal ini terutama terasa dalam hubungan asmara atau pernikahan. Perempuan yang terlalu menonjol, berpendidikan tinggi, atau punya ambisi besar sering dianggap “terlalu independen” atau “tidak cocok dijadikan istri”. Masyarakat masih memuja narasi bahwa perempuan sebaiknya mendukung dari belakang, bukan tampil di depan. Akibatnya, banyak perempuan akhirnya berpura-pura “lebih jinak” dari aslinya, menyembunyikan impian, atau menunda pencapaian karena takut ditinggal atau dihakimi.

Padahal mengecilkan diri bukan solusi. Itu adalah bentuk kekerasan diam-diam terhadap potensi perempuan. Setiap kali seorang perempuan menahan suaranya agar tidak dianggap “mendominasi”, kita sedang kehilangan satu gagasan besar yang bisa mengubah dunia. Sudah waktunya standar ini dirombak. Perempuan tidak harus kecil untuk bisa dicintai. Ia layak tumbuh sebesar impiannya, dan dicintai tanpa harus berkompromi dengan jati dirinya.

Jika ambisimu dan cahayamu membuat beberapa laki-laki menjauh, mungkin mereka bukan ditakdirkan berjalan sejajar denganmu. Perempuan tidak diciptakan untuk meredup agar diterima, tapi untuk bersinar agar menemukan yang mampu berdiri dalam terang yang sama. Tetaplah bercahaya—yang tepat akan datang, bukan untuk menghalangi langkahmu, tapi untuk menggenggam tanganmu dan berjalan bersamamu.

Jangan pernah padam hanya karena takut sendirian. Karena yang benar-benar untukmu tidak akan takut pada sinarmu. Ia akan melihatmu bersinar, tersenyum, dan berkata: “Akhirnya, kutemukan seseorang yang berjalan setara, bukan di belakangku, tapi di sisiku.”

 

Ambisi Perempuan Adalah Aset Bangsa

Perempuan yang berani bermimpi besar bukan beban masyarakat—mereka aset bangsa. Ketika perempuan bisa bebas berpendidikan tinggi, membangun karier, dan menjadi pemimpin, mereka menciptakan dampak luas bukan hanya untuk dirinya, tapi juga bagi komunitas dan bangsa.

Data menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam kepemimpinan meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan sensitivitas sosial. Perusahaan yang lebih inklusif gender terbukti lebih adaptif dan inovatif. Partisipasi perempuan dalam ekonomi juga signifikan dalam meningkatkan PDB dan mengurangi kemiskinan.

Namun potensi ini hanya bisa dimaksimalkan jika kita berhenti membatasi mereka. Perempuan tidak harus memilih antara keluarga atau karier. Negara dan masyarakat harus menciptakan sistem yang mendukung mereka—melalui kebijakan, fasilitas, dan penghargaan atas kontribusi mereka.

 

Cara Menumbuhkan Ambisi Yang Sehat Dalam Diri Perempuan

Ambisi bukan sesuatu yang instan. Ia tumbuh ketika seseorang diberi ruang untuk mengeksplorasi potensi tanpa takut dihakimi. Maka penting bagi lingkungan—keluarga, sekolah, komunitas—untuk mendorong perempuan mengejar apa yang mereka cintai, bukan sekadar apa yang dianggap “aman”.

Mendidik perempuan agar tidak takut gagal adalah langkah awal. Kesuksesan tidak datang dari tidak pernah jatuh, tapi dari keberanian untuk terus bangkit. Jika perempuan selalu ditakut-takuti bahwa mimpi mereka terlalu besar, maka kita sedang melumpuhkan masa depan.

Selain itu, dukungan sesama perempuan sangat penting. Komunitas, mentor, dan jejaring yang saling mendukung menciptakan ruang aman untuk bertumbuh. Perempuan tidak harus berjalan sendiri. Saat satu perempuan bangkit, ia bisa membuka jalan bagi banyak lainnya.

 

Jangan Merasa Bersalah, Hanya Karena Ingin Lebih

Perempuan sering dibebani rasa bersalah ketika mereka memilih untuk sukses. Seolah jika mereka tidak selalu ada di rumah, atau tidak memprioritaskan pernikahan lebih dulu, mereka dianggap egois. Padahal laki-laki tidak pernah ditanya soal prioritas yang sama. 

Rasa bersalah ini tidak datang dari hati, tapi dari konstruksi sosial. Maka penting untuk menyadari bahwa menjadi ambisius bukanlah dosa. Berani bermimpi bukan bentuk ketidakpedulian, tapi cinta pada diri sendiri dan harapan terhadap masa depan yang lebih adil.

Perempuan tidak harus menjadi segalanya untuk semua orang. Mereka berhak hidup untuk diri mereka sendiri, mengejar versi hidup terbaik yang mereka impikan. Dan dalam proses itu, mereka tetap layak dihargai, didukung, dan dicintai.

 

Ambisi Perempuan Adalah Perlawanan Yang Indah

Ambisi perempuan bukan ancaman bagi masyarakat. Ia adalah tanda bahwa perubahan sedang terjadi. Ketika perempuan tidak lagi takut bermimpi besar, maka dunia akan menyaksikan lahirnya generasi baru yang lebih berani, adil, dan inklusif.

Masyarakat sering mengajarkan bahwa perempuan sebaiknya “cukup” dan tidak terlalu mencolok—bahwa mereka harus menjaga kerendahan hati yang membuat mereka “tidak terlalu terlihat”. Tetapi, sebenarnya, dunia yang penuh ketidaksetaraan ini membutuhkan lebih banyak perempuan yang berani berdiri tegak, yang tidak takut menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Perempuan berhak bermimpi tinggi. Bukan karena mereka harus membuktikan apa-apa, tapi karena mereka layak untuk hidup sepenuhnya, utuh, dan merdeka.

Tags Artikel Opini Opini