Selasa, 30 Desember 2025

Langkah Pemkot Tangsel Atasi Krisis Sampah Dinilai Mampu Tangkis Potensi Pidana

Petugas DLHK Kota Tangsel menyemprot sampah dengan cairan disinfektan untuk mengurangi bau.(@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

TANGERANGNEWS.com-Krisis penumpukan sampah yang mengepung Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini tidak hanya menjadi persoalan lingkungan, tetapi mulai merembet ke ranah hukum.

Di tengah upaya mitigasi yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel, bayang-bayang jerat pidana lingkungan hidup mulai menjadi perbincangan hangat.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Hukum Fajar Trio angkat bicara. Menurutnya, menyeret krisis sampah ke ranah pidana bukanlah perkara mudah karena memerlukan pembuktian yang sangat detail dan kompleks.

"Penegakan pidana mensyaratkan adanya unsur kesalahan, baik berupa kesengajaan maupun kelalaian (culpa). Penilaian hukum harus melihat konteks waktu, pola kebijakan, dan sejauh mana respons pemerintah. Jadi, potensi terjadinya pidana saat ini masih prematur," ujar Fajar, Selasa 30 Desember 2025.

 

Langkah Benyamin Davnie Jadi Tameng Hukum

Fajar menilai bahwa langkah-langkah korektif yang diambil Wali Kota Benyamin Davnie belakangan ini, seperti pengalihan pembuangan sampah ke luar daerah dan perbaikan infrastruktur penahan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), menjadi poin krusial.

Upaya tersebut dianggap secara signifikan mampu menurunkan risiko jerat pidana, khususnya yang termaktub dalam Pasal 99 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Namun, ia memberikan catatan kritis terkait aspek historis.

"Jika dapat dibuktikan bahwa kondisi over capacity ini sudah diprediksi bertahun-tahun namun peringatan teknis diabaikan, maka unsur kelalaian struktural historis masih bisa diperdebatkan secara hukum," jelasnya.

Lebih lanjut, Fajar menekankan bahwa selama Pemkot Tangsel bekerja secara konsisten, transparan, dan terdokumentasi, sanksi administratif jauh lebih relevan dibandingkan langkah kriminalisasi.

Jerat pidana baru bisa menjadi kuat apabila ditemukan bukti-bukti spesifik seperti manipulasi dokumen lingkungan, pembiaran yang disengaja pada periode sebelumnya. "Juga kegagalan serius menjalankan standar minimum TPA yang berdampak pada kesehatan warga," katanya.

 

Kepala Daerah Tidak Otomatis Bersalah

Menutup keterangannya, Fajar menegaskan secara doktrinal seorang Wali Kota tidak otomatis bertanggung jawab secara pidana atas kegagalan teknis di lapangan.

"Harus dibuktikan adanya pengetahuan langsung atau pengabaian kewajiban hukum secara sadar. Selama kepala daerah bisa membuktikan adanya tindakan yang patut (due diligence) dan langkah perbaikan (corrective action), maka jerat pidana cenderung lemah," pungkasnya.

Tags