TANGERANGNEWS.com- Fenomena generasi strawberry kembali menjadi perbincangan publik. Istilah ini merujuk pada karakter anak muda yang dinilai rapuh dalam menghadapi tekanan, meski tumbuh dalam lingkungan yang serba nyaman dan berpendidikan tinggi.
Secara istilah, sebutan generasi strawberry berasal dari Hong Kong. Buah stroberi dikenal memiliki tampilan luar yang cantik dan menarik, tetapi mudah hancur saat terkena tekanan.
Gambaran ini kemudian digunakan untuk menyebut kelompok anak muda yang tampak unggul dari segi pendidikan dan gaya hidup, namun cenderung mudah menyerah saat menghadapi kesulitan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Profesor Rhenald Khasali menjelaskan, generasi ini umumnya tumbuh dalam keluarga mapan, berbeda dengan generasi orang tuanya yang harus bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Kemudahan tersebut, menurutnya, berdampak pada daya juang yang melemah. Banyak di antara mereka yang tidak siap ketika dihadapkan dengan tantangan.
"Jadi gampang menyerah. Padahal menyerah itu awal dari kegagalan," ujar Rhenald dalam kanal YouTube Djarum Beasiswa Plus dikutip Selasa, 13 Mei 2025.
Ia menyebutkan, meski para pemuda ini umumnya memiliki modal kuat, pendidikan tinggi hingga kemampuan berbahasa asing—namun mental mereka kerap tak sekuat generasi sebelumnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyoroti pentingnya membentuk karakter tangguh sejak muda, salah satunya dengan merantau dan meninggalkan zona nyaman. Ia bahkan menceritakan pengalamannya mengirim anak ke luar negeri untuk sekolah sejak SMA.
"Waktu itu ibunya menangis terus karena melihat kamar anaknya kosong. Tapi anak kami ternyata bisa bertahan. Bisa masak sendiri, hidup mandiri, menyelesaikan urusannya sendiri. Dan sekarang, kami bangga karena dia jadi tangguh," ungkapnya.
Menurutnya, anak muda perlu dibiasakan menghadapi kesulitan secara mandiri, termasuk saat melamar pekerjaan.
Dalam setiap kesulitan, kata Rhenald, selalu ada jalan keluar. Ia pun mengajak generasi muda untuk tidak larut dalam stigma yang melekat.
"Setiap dinding pasti ada pintunya. Tugas kita adalah cari pintu itu, bukan terus menatap temboknya," pungkasnya.