TANGERANGNEWS.com-Pemerintah akan segera memungut pajak dari e-Commerce atau pedagang online setelah mengumumkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang disahkan pada 14 Juli lalu.
Kebijakan ini pun mendapat dukungan penuh oleh Komisi VI DPR RI. Namun tetap mengingatkan agar tidak membebani konsumen.
“Kebijakan pemungutan pajak untuk pedagang online oleh pemerintah adalah langkah positif yang mesti didukung oleh banyak pihak, tapi jangan membebani konsumen dan mempersulit wajib pajak,” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, dalam keterangan persnya, Kamis 17 Juli 2025.
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merilis aturan baru penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak yang berlaku mulai Senin 14 Juli 2025.
Adapun dua kriteria pedagang online yang dipungut pajak diatur melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025. Pertama, menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis, serta bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.
Kedua, pedagang online yang memperoleh peredaran bruto lebih dari Rp500 juta per tahun dikenakan pajak penghasilan (PPH) sesuai Pasal 22 sebesar 0,5 persen.
Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini.
Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.
Rivqy pun menyarankan agar mekanisme pajak yang dipungut melalui platform seperti Shopee, Tokopedia dan marketplace lainnya bisa dibuat dengan cara yang mudah, khususnya bagi wajib pajak yang hendak membayarkan pajaknya.
Selain mudah, mekanisme yang dibuat juga harus dapat menjamin keamanan data pedagang online yang terkena wajib pajak.
“Mekanisme ini yang perlu dirancang matang oleh platform marketplace dan pemerintah. Di antaranya dapat melibatkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi serta pedagang online sendiri,” tuturnya.
Menurut Rivqy yang bertugas di komisi DPR dengan urusan kawasan perdagangan itu, mekanisme pemungutan pajak oleh platform marketplace dapat dilakukan dengan mengambil referensi pemungutan pajak perdagangan online dari beberapa negara di luar negeri. Misalnya, Australia, Korea Selatan, India dan Cina.
“Ada juga Uni Eropa yang memberlakukan pemungutan pajak online ini untuk beberapa negara dengan mekanisme Mini One Stop Shop atau MOSS yang tujuannya memudahkan penarikan pajak dan tidak memperumit perusahaan dengan administratif pembayaran pajak,” jelasnya.
Di sisi lain, Rivqy menggarisbawahi pernyataan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP Yon Arsal yang menyebut tujuan utama penarikan pajak dari pedagang online, bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga meningkatkan kepatuhan pajak dan penyederhanaan administrasi perpajakan.
“Nah, jangan sampai kedua tujuan ini tidak tercapai dan justru menimbulkan masalah baru. Ini yang harus diperhatikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang,” tegas pria yang akrab disapa Gus Rivqy itu.
“Selain kedua tujuan tersebut, pemungutan pajak pedagang online ini juga diharapkan menegakkan keadilan dari transaksi, baik offline atau pasar konvensional dan pasar online atau daring,” tutupnya.