Selasa, 15 Juli 2025

Pengamat Nilai Normalisasi Kali Angke Tak Efektif Tangani Banjir jika Hanya Fokus di Tangerang

Kondisi kawasan Ciledug Indah 1, Kelurahan Pedurenan, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, saat dilanda banjir usai diguyur hujan deras.(@TangerangNews / Istimewa)

TANGERANGNEWS.com- Rencana normalisasi Kali Angke yang kembali mencuat usai kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming ke kawasan banjir Ciledug Indah 1, Kota Tangerang, Jumat, 11 Juli 2025, mendapat respons kritis dari kalangan akademisi. 

Upaya tersebut dianggap tidak akan memberikan dampak maksimal jika hanya dikerjakan di satu wilayah tanpa koordinasi lintas daerah dari hulu ke hilir.

Dosen Arsitektur di Institut Teknologi Indonesia (ITI) Rino Wicaksono menilai, penyebab banjir di wilayah Tangerang Selatan hingga Kota Tangerang lebih kompleks dari sekadar kapasitas sungai.

Menurutnya, persoalan banjir harus diurai dari hulunya, termasuk alih fungsi lahan, drainase, hingga pengelolaan aliran air secara terpadu.

“Kalau normalisasi Kali Angke hanya dilakukan di Kota Tangerang, tidak akan berhasil. Solusi yang benar adalah mengelola dari hulu hingga ke hilir, mulai dari sumber mata air, menata kawasan bantaran, sampai ke sistem drainase dan pintu air di sepanjang jalur sungai,” kata Rino saat dihubungi, Senin, 14 Juli 2025.

Pria yang juga aktif mengkaji isu tata kota dan permukiman itu menyebutkan, banjir tidak bisa dibatasi oleh garis wilayah administratif. Menurutnya, kolaborasi antara Kota Tangerang, Jakarta, Depok, hingga wilayah hulu di Bogor dan Jawa Barat sangat diperlukan agar solusi banjir benar-benar tuntas.

“Air itu mengalir, bukan administratif. Jangan sampai yang kebanjiran Tangerang, tapi yang harus membenahi hanya Tangerang,” ungkapnya.

Rino juga mengkritisi lemahnya koordinasi antara lembaga pusat, provinsi, dan daerah dalam mengelola sistem sungai. 

Kata Rino, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) PUPR yang mengatur aliran sungai besar seharusnya bersinergi dengan pemerintah kota dan kabupaten yang menangani wilayah permukiman dan drainase lingkungan.

Selain itu, ia menjelaskan pemetaan wilayah rawan genangan dan pengumpulan data topografi, kontur tanah, hingga kapasitas daya serap harus diperhatikan. Sebab, pembangunan di wilayah perkotaan sudah menggerus daya resap tanah sehingga air lebih mudah melimpas dan menyebabkan banjir.

“Kita perlu tahu di mana titik terendah, bagaimana jalur aliran air, tanah mana yang jenuh, mana yang masih bisa menyerap. Tanpa itu, solusi kita bisa salah sasaran. Data hidrologi dan hidrogeologi harus jadi dasar perencanaan,” ujar Rino.

Lebih jauh, ia menyarankan agar normalisasi Kali Angke tak hanya dilakukan dengan memperdalam atau melebarkan sungai, tetapi juga dirancang sebagai kanal multifungsi yang mampu menyimpan air dalam jumlah besar. Kanal seperti ini bisa difungsikan sebagai long storage, sarana transportasi, bahkan potensi wisata air.

“Kanal jangan cuma dalam dan lebar, tapi harus bisa dikontrol. Bisa dibuka-tutup saat musim hujan dan kering. Bahkan bisa jadi transportasi, budidaya ikan, atau tempat wisata. Ini bisa menjadi aset kota, bukan sekadar saluran air,” jelasnya.

Ia menambahkan, penanganan banjir seharusnya tidak hanya berupa proyek fisik semata, tetapi harus melibatkan warga sebagai bagian dari solusi. Rino mencontohkan pendekatan partisipatif seperti konsep “Mundur, Munggah, Madep Kali” di Yogyakarta yang berhasil mengajak warga menata ulang hunian di sepanjang bantaran sungai.

“Harus ada dialog. Jangan hanya data dan pendataan. Harus ada rembuk warga, participatory planning. Seperti program 3M di Jogja: Mundur, Munggah, Madep Kali. Warga diajak untuk menata ulang permukiman di bantaran sungai,” bebernya.

Soal pendanaan, Rino menyebut pemerintah tak bisa hanya mengandalkan APBN dan APBD. Ia mendorong agar penanganan banjir dibuka untuk skema kerja sama dengan swasta melalui mekanisme Public Private Partnership (PPP), terutama untuk membangun infrastruktur kanal yang bisa memberi manfaat ekonomi jangka panjang.

“Kalau kita hanya berharap dari APBN dan APBD, tidak akan cukup. Tapi kalau kita tawarkan kanal sebagai peluang bisnis dan pariwisata, investor akan tertarik. Yang penting sistemnya transparan dan kolaboratif,” katanya.

Menanggapi pernyataan Wakil Presiden Gibran yang berjanji akan menginventarisasi dan mengupayakan normalisasi Kali Angke, Rino berharap langkah itu tidak berhenti pada wacana semata. Ia mendorong agar pemerintah pusat membentuk tim lintas sektor dan lintas daerah agar penanganan banjir benar-benar tuntas.

“Jadi yang konkret-konkret aja gitu, dengan melibatkan ahlinya yaitu libatkan ahli perencanaan kota, hidrologi, dan teknik sipil. Bentuk tim khusus lintas kementerian dan daerah. Jangan biarkan ini jadi rutinitas tahunan yang terus-menerus merugikan warga,” tutup Rino.

Tags Antisipasi Banjir Banjir Tangerang Korban Banjir Pengamat Kebijakan Publik