TANGERANGNEWS.com- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan negara sebenarnya bisa mengantongi Rp362,5 triliun per tahun dari penerimaan pajak. Namun, penerimaan itu direlakan untuk masyarakat dalam bentuk berbagai insentif perpajakan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, angka tersebut merupakan belanja perpajakan atau tax expenditure.
Skema ini diberikan pemerintah dalam bentuk fasilitas atau insentif perpajakan, baik berupa pembebasan maupun pengecualian pajak.
“Artinya, dengan secara sengaja pemerintah memberikan fasilitas atau insentif (perpajakan) kepada masyarakat,” kata Yon dikutip dari CNN Indonesia, Rabu, 27 Agustus 2025.
Ia menyebut, pada 2023 jumlah insentif pajak yang seharusnya menjadi penerimaan negara namun diberikan kembali kepada masyarakat mencapai Rp362 triliun per tahun. Angka itu setara 1,73 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Pada 2023, total besaran insentif pajak yang seharusnya diterima (sebagai penerimaan pajak) oleh pemerintah, tapi kemudian diberikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pengecualian pembebasan pajak atau objek pajak yang tidak dipajaki itu sebesar Rp362 triliun per tahun,” tuturnya.
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, belanja perpajakan terus meningkat. Pada 2020 jumlahnya Rp246,1 triliun atau 1,59 persen PDB, naik menjadi Rp314,6 triliun pada 2021, dan bertambah lagi menjadi Rp341,1 triliun di 2022.
Yon memaparkan, sebagian besar insentif tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pada 2023, sekitar Rp169 triliun atau 46,7 persen digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, serta pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok.
“Kalau kita lihat dari penerima manfaatnya itu paling besar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu sekitar Rp169 triliun (46,7 persen). Termasuk di dalamnya itu dalam bentuk misalnya pengecualian PPN atas pendidikan, barang kebutuhan pokok, kesehatan, dan sebagainya,” jelasnya.
Selain itu, 23,6 persen atau Rp85,4 triliun dialokasikan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Contohnya, pemerintah membebaskan pajak bagi UMKM dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun.
Kemudian, Rp61,2 triliun atau 16,9 persen ditujukan untuk memperkuat iklim investasi, sedangkan Rp46,8 triliun atau 12,9 persen sisanya untuk mendukung dunia usaha.
“Pemerintah men-sacrifice (merelakan) tidak mendapatkan penerimaan (pajak) pada saat ini, tetapi diberikan kepada masyarakat melalui berbagai insentif pajak,” pungkasnya.