Jumat, 2 Mei 2025

Minim Kolaborasi, AMSATS Sebut Target Kota Tangsel Bebas AIDS 2030 Sulit Terwujud

Iman Permana, Divisi Humas Aliansi Masyarakat Sehat Kota Tangerang Selatan (AMSATS).(@TangerangNews / Yanto)

TANGERANGNEWS.com-Penanganan kasus Orang Dengan HIV (ODHIV) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dikritik Aliansi Masyarakat Sehat Kota Tangerang Selatan (AMSATS).

Iman Permana, Divisi Humas AMSATS menyoroti minimnya kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya pengendalian HIV/AIDS.

Ia menilai, tanpa sinergi dan kepercayaan yang kuat antar pihak, upaya ini hanya berakhir sebagai program seremonial belaka.

“Kita sudah punya modal cukup besar, mulai dari data, kajian, hingga kebijakan yang terlihat lengkap di atas kertas. Tapi semua itu akan sia-sia, kalau komunikasi antara pemerintah dan masyarakat tidak setara,” ungkap Iman kepada TangerangNews, Kamis 5 Desember 2024.

Iman menilai pentingnya sinergi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), untuk membangun ekosistem penanggulangan HIV yang berkelanjutan. 

Sebab, selama ini banyak kebijakan yang terkesan hanya menyasar satu dinas, tanpa melibatkan pihak lain yang relevan, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan.  

“Kalau semua anggaran hanya berfokus pada satu dinas, sementara yang lain jalan sendiri-sendiri, ya hasilnya begini. Banyak program hanya terlihat bagus saat launching, tapi dampaknya minim untuk masyarakat,” tambahnya dengan nada prihatin.

Salah satu potensi yang masih belum cukup terlihat adalah kolaborasi nyata antara pemerintah dan masyarakat, terlebih apakah penganggaran Pemkot Tangsel sudah cukup sustain untuk bisa menuju target Indonesia Bebas AIDS 2030. 

Sampai saat ini, kata Iman, peran besar penanganan HIV masih dijalankan oleh organisasi masyarakat sipil di Tangsel.

Menurut Iman, kunci utama keberhasilan adalah membangun kepercayaan di semua lini dengan membuka kesempatan mekanisme kolaborasi, salah satunya lewat inovasi penganggaran Swakelola Tipe 3.

Yakni, model penganggaran dimana kepercayaan dan tanggung jawab program dijalankan secara langsung oleh organisasi masyarakat sipil, yang lebih memahami situasi dan keburuhan mereka.

"Dengan begitu akan lebih tepat sasaran, dengan dukungan APBD yang sesuai," ujarnya.

Pemkot Tangsel harus percaya pada inisiatif masyarakat, begitu pula sebaliknya. Tanpa itu, inovasi akan sulit tumbuh, dan penanganan HIV akan berjalan di tempat.  

“Masalahnya, apakah pemerintah melihat masyarakat sebagai mitra yang setara dan sebaliknya? Apakah masyarakat percaya pemerintah serius menangani isu ini? Kalau tidak ada kepercayaan, ya sulit. Kita hanya akan miskin inovasi dan terus terjebak dalam rutinitas lama,” tegas Iman.

AMSATS juga mendesak adanya evaluasi kebijakan distrik terkait HIV, yang dinilai dapat meningkatkan ketepatan sasaran dalam penganggaran.

Salah satu yang cukup jelas, Kota Tangsel sudah memiliki Peraturan Daerah No 10 tahun 2019 untuk penanggulangan HIV yang sudah berjalan 5 tahun.

Namun, tidak ada peraturan turunan untuk mengatur Strategi Rencana Aksi Daerah (SRAD) penanggulangan HIV. Kebijakan dimana akan memperjelas peran dan fungsi dari masing-masing OPD. 

Dengan kolaborasi dan pembagian tanggung jawab yang jelas, program penanggulangan HIV di Tangsel diharapkan mampu menciptakan dampak nyata di masyarakat.

“Kalau semua pihak mau belajar saling mendengarkan, saya yakin kita bisa menciptakan ekosistem yang lebih baik untuk menangani kasus HIV. Tapi ini bukan hanya soal bicara, melainkan aksi nyata,” pungkas Iman.  

Dengan meningkatnya kasus ODHIV di Tangsel, masyarakat berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menjadikan program ini lebih dari sekadar agenda seremonial. Jika tidak, harapan AIDS 2030 hanya akan menjadi janji kosong.

Tags HIV dan AIDS HIV/AIDS Tangsel Penderita HIV/AIDS Penyakit Menular Penyakit Menular Seksual