Connect With Us

Ketika Menikah Jadi Momok yang Menakutkan

Rangga Agung Zuliansyah | Rabu, 10 Desember 2025 | 13:08

Ni'matul Afiah Ummu Fatiya, Pemerhati Kebijakan Publik. (@TangerangNews / Rangga Agung Zuliansyah)

Oleh: Ni'matul Afiah Ummu Fatiya 

 

TANGERANGNEWS.com-Sungguh memperhatikan kondisi generasi muda saat ini. Di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan digitalisasi yang begitu pesat, mereka dihadapkan pada fakta pahitnya kehidupan dan beratnya beban keuangan. Tidak mengherankan kalau akhirnya mereka menjadi generasi yang pragmatis, termasuk dalam urusan pernikahan.

Beberapa waktu lalu, media sosial Threads diramaikan dengan pembahasan terkait generasi muda yang lebih takut miskin daripada takut tidak menikah. Unggahan viral itu disukai lebih dari 12.500 dan ditayangkan ulang oleh lebih dari 207.000 pengguna lainnya. Artinya, banyak generasi muda lebih memilih untuk tidak menikah daripada harus hidup miskin.

Menurut survei yang dilakukan oleh Populix pada 2025, 68 persen milenial dan 63 persen gen Z menunda pernikahan dengan alasan ekonomi. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024, 69,75 persen pemuda usia 16-30 tahun belum menikah. Bahkan telah terjadi tren penurunan jumlah pernikahan secara signifikan dalam enam tahun terakhir. Penurunan paling drastis terjadi dari tahun 2021- 2023 yang menyentuh angka 2 juta.

Parahnya, tren ini terjadi hampir di semua wilayah di Indonesia, bahkan di beberapa negara lainnya seperti Korea dan China. DKI Jakarta isalnya, data Jumlah pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) mengalami penurunan dari 47.226 pasangan pada 2022, menjadi 44.252 pasangan pada 2023, dan terus menurun menjadi 40.472 pasangan pada 2024 dari sekitar 4,2 juta jumlah penduduk.

Tren serupa juga terjadi di Jawa Barat yang mengalami penurunan sekitar 29 ribu. Sementara itu di Jawa Tengah angka penurunannya hingga 21 ribu, dan Jawa Timur mengalami penurunan angka hingga 13 ribu. CNBC, Selasa (16-9-2025).

 

Penyebab Takut Menikah 

Secara umum, masalah ekonomi menjadi faktor utama yang menyebabkan generasi muda memilih untuk menunda pernikahan atau memilih tidak menikah sama sekali. Besarnya biaya hidup yang terus meningkat tidak diimbangi dengan meningkatnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk tidak segera menikah. Faktanya gaji UMR saat belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari satu individu secara layak, apalagi untuk satu keluarga.

portal loker Dealls menghitung perkiraan hidup lajang di Jakarta pada 2025 berkisar Rp 4,5 juta sampai Rp 6 juta yang sudah termasuk pengeluaran sewa tempat tinggal, transportasi, makan, utilitas, dan hiburan.

Selain itu, adanya Perubahan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada 2019 yang menaikkan usia pernikahan dari 16 tahun menjadi 19 tahun menjadi salah satu penyebab.

Ditambah lagi, banyaknya narasi buruk tentang pernikahan yang dipertontonkan di media sosial makin menguatkan alasan untuk tidak segera menikah. Istilah 'Marriage is Scary ' (pernikahan itu menakutkan) yang sempat viral ternyata sudah merasuk menjadi pemahaman yang menyesatkan di kalangan generasi muda. Pernikahan tidak lagi dianggap sebagai ibadah, tapi sebagai beban hidup yang menambah masalah.

 

Kapitalisme Biang Masalah 

 

Sejatinya, munculnya perasaan takut miskin ini tidak bisa dipisahkan dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Sistem kapitalis sekuler,  memisahkan urusan agama dari kehidupan. Dari sini muncul pemahaman bahwa usaha manusia berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh. Masyarakat berpikiran kalau mau mendapatkan hasil maksimal berarti harus bekerja maksimal pula, harus pandai mencari peluang usaha baru. 

Terlebih saat ini kita disuguhkan dengan berbagai tontonan yang menampilkan gaya hidup hedonis. Berbagai kemudahan hidup disodorkan, mata kita dimanjakan dengan berbagai barang yang ditawarkan di beberapa aplikasi. Semua bisa diakses langsung dari rumah, tanpa harus keluar bahkan sambil rebahan. Akhirnya, masyarakat tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Mereka sibuk bekerja untuk mendapatkan uang lebih, supaya bisa memenuhi keinginannya. Mereka lupa bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah. 

Di sisi lain, sulitnya mencari pekerjaan membuat masyarakat makin tertekan. Biaya hidup yang tinggi tidak sebanding dengan gaji yang mereka terima. Sementara negara cenderung berlepas tangan. Bukannya memikirkan bagaimana menyejahterakan rakyat, malah sibuk menyejahterakan pejabat dan konglomerat, dengan berbagai kebijakan yang dibuat.

Sistem kapitalis yang menganut asas kebebasan, menjadikan ketimpangan sosial begitu nyata. Harta kepemilikan umum tidak dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat, justru negara melegalisasi untuk kepentingan korporasi.

Sesungguhnya, permasalahan ekonomi adalah alasan klasik dan mendasar yang seharusnya segera dituntaskan. Namun, lagi-lagi dalam sistem kapitalis solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar permasalahan. Solusi yang diberikan cenderung bersifat parsial dan tambal sulam.

Misalnya dalam menangani kasus menurunnya angka pernikahan, Kementerian Agama memang melakukan berbagai upaya berjenjang. Misalnya dengan Program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), atau dikeluarkannya modul pendidikan kesehatan reproduksi, untuk madrasah dan sekolah. Namun, hal itu belum mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara tuntas.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menawarkan solusi yang mendasar dan komprehensif. Karena masalah utamanya adalah ekonomi, maka Islam memberikan solusi dengan cara menjamin kebutuhan pokok per individu secara menyeluruh. Hal itu dilakukan dengan cara membuka lapangan kerja dan mewajibkan kepada setiap laki-laki dewasa untuk bekerja.

Selain itu Islam juga sudah memberikan batasan yang jelas tentang harta kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Khusus untuk kepemilikan umum, Islam telah menyerahkan pengelolaannya kepada negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Misalnya untuk pembangunan infrastruktur, sekolah, rumah sakit, dan berbagai sarana untuk kepentingan rakyat yang diberikan secara gratis. Dengan demikian maka rakyat tidak akan terbebani dengan biaya hidup yang kian hari kian mencekik.

Negara juga akan menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam sejak usia dini. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk generasi unggul yang bersyakhshiyah islam. Generasi yang tidak mudah terjerumus dalam gaya hidup hedonisme dan materialisme.

Selain itu, Islam memandang pernikahan sebagai sebuah ibadah dan saran untuk melestarikan populasi manusia dengan lahirnya keturunan. Islam sangat memuliakan manusia dengan menjaga nasab. Islam tidak memperbolehkan pacaran yang seringkali berujung pada perzinahan. Maka negara akan mendorong generasi muda untuk menikah, supaya mereka bisa melahirkan generasi unggul yang akan memperjuangkan Islam kafah. Wallahu a'lam.

PROPERTI
Catat Penjualan Positif Sepanjang Tahun, ModernCikande Raih Penghargaan PIA 2025 dan 

Catat Penjualan Positif Sepanjang Tahun, ModernCikande Raih Penghargaan PIA 2025 dan 

Rabu, 26 November 2025 | 14:52

Kawasan industri ModernCikande Industrial Estate (MCIE) l dinobatkan sebagai peraih penghargaan Properti Indonesia Award 2025 untuk kategori Property Development – Industrial Estate Development

BANDARA
Sebelum Bayar Parkir Bandara Soetta, Penumpang Diimbau Cek Durasi dan Tarif

Sebelum Bayar Parkir Bandara Soetta, Penumpang Diimbau Cek Durasi dan Tarif

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:38

PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) Kantor Cabang Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) terus meningkatkan kualitas dan akurasi layanan parkir.

KOTA TANGERANG
Pemkot Tangerang Berlakukan Diskon BPHTB 10% Mulai Hari Ini

Pemkot Tangerang Berlakukan Diskon BPHTB 10% Mulai Hari Ini

Rabu, 10 Desember 2025 | 13:26

Program Diskon Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 10% kembali hadir di Kota Tangerang. Masyarakat dapat memanfaatkan program ini mulai 10 Desember 2025

""Kekuatan dan perkembangan datang hanya dari usaha dan perjuangan yang terus menerus""

Napoleon Hill