TANGERANGNEWS.com- Pengalaman pelanggan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kesuksesan bisnis. Mengapa bisa demikian? Karena pelanggan tidak hanya menilai bisnis dari kualitas produk, tapi juga dari kualitas pengalaman yang mereka terima saat berinteraksi dengan bisnis.
Dari situ lah, mengukur pengalaman pelanggan menjadi langkah penting untuk memahami kepuasan serta loyalitas pelanggan. Pengukurannya perlu dilakukan secara objektif agar memberikan hasil yang efektif. Simak terus penjelasan lengkapnya.
Pengaruh Pengalaman Pelanggan terhadap Loyalitas
Pengalaman pelanggan yang positif secara langsung berdampak pada loyalitas konsumen. Ketika pelanggan merasa dihargai, didengarkan, dan dipermudah dalam setiap interaksi, mereka cenderung akan kembali, bahkan merekomendasikan brand kita kepada orang lain.
Pengalaman pelanggan yang positif adalah fondasi reputasi bisnis yang kuat, karena mendorong word-of-mouth secara alami. Misalnya, penggunaan WhatsApp chatbot dapat membantu menjawab pertanyaan pelanggan secara real-time dan menjaga kualitas layanan. Sebaliknya, pengalaman negatif justru bisa memicu pelanggan membagikan cerita buruknya atau bahkan beralih ke kompetitor.
Dampak langsung pada pendapatan dan pertumbuhan
Pengalaman pelanggan berperan sebagai salah satu pendorong pendapatan dan pertumbuhan bisnis dalam jangka waktu yang panjang. Jika bisnis mau secara konsisten menjaga kualitas pengalaman tetap unggul, maka banyak dampak positif yang dirasakan, meliputi:
- meningkatkan customer lifetime value (CLV),
- memperluas basis pelanggan,
- meningkatkan jumlah return of investment (ROI),
- dan mengurangi biaya akuisisi pelanggan baru.
Tantangan dalam Mengukur Pengalaman Pelanggan
Akan selalu ada tantang dalam mengoperasikan bisnis, termasuk dalam mengukur pengalaman pelanggan. Tetapi, bukan berarti kita harus mundur dan memilih untuk tidak melakukannya, justru tantangan ini perlu dipahami, agar kita mampu mengantisipasinya.
Pengalaman bersifat personal dan tidak selalu mudah diterjemahkan ke dalam angka atau matriks yang seragam. Berikut adalah dua tantangan utama yang sering dihadapi.
Data yang subjektif vs. objektif
Pengalaman pelanggan memiliki data yang bersifat subjektif, apa yang dianggap sebagai pengalaman positif tidak akan sama bagi masing-masing pelanggan. Ketika bisnis hanya mengandalkan survei, interpretasi hasilnya akan dipengaruhi oleh konteks, emosi, serta ekspektasi pelanggan saat itu.
Sementara itu, jika hanya mengandalkan data objektif, seperti waktu tanggapan customer service atau jumlah keluhan, bisnis seringkali tidak cukup untuk menilai pengalaman secara keseluruhan. Maka dari itu, bisnis perlu mengkombinasikan data objektif dan subjektif secara ideal.
Keterbatasan alat dan sumber daya
Karena tidak semua bisnis akses alat dan sumber daya yang sama, seringkali bisnis kecil hingga menengah kesulitan dalam menganalisa data secara mendalam. Beberapa dari mereka masih mengandalkan survei manual atau metode pengukuran tanpa standar.
Selain itu, alat seperti Net Promoter Score (NPS) atau Customer Satisfaction Score (CSAT) memerlukan implementasi dan integrasi teknis yang rumit. Tanpa sumber daya yang memadai, membuat upaya pengukuran tidak akurat, membuat perusahaan mengambil keputusan berdasarkan data yang tidak sesuai fakta lapangan.
Metode Pengukuran Pengalaman Pelanggan
Mengukur pengalaman pelanggan membutuhkan pendekatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas bisnis. Tidak ada satupun metode yang berlaku universal dan mutlak, namun lima metode berikut efektif digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang persepsi pelanggan.
Net Promoter Score (NPS)
NPS adalah salah satu metrik paling populer untuk mengukur loyalitas pelanggan terhadap sebuah brand. Metode ini menggunakan satu pertanyaan utama, yaitu:
“Seberapa besar kemungkinan Anda merekomendasikan produk/layanan ini kepada teman?”
Kemudian, skor diberikan dalam skala 0–10, dan pelanggan dikategorikan sebagai promotor, pasif, atau detraktor. Keunggulan metode ini adalah caranya yang sederhana dalam mendeteksi sinyal terkait resiko kehilangan pelanggan kepada bisnis.
Lalu, untuk mengetahui alasan di balik skor yang diberikan pelanggan, bisnis juga dapat memberikan pertanyaan lanjutan.
Customer Satisfaction Score (CSAT)
CSAT mengukur kepuasan pelanggan terhadap suatu interaksi, produk, atau layanan tertentu. Biasanya diberikan dalam skala 1–5 atau 1–10, dengan pertanyaan seperti:
“Seberapa puas Anda dengan layanan yang Anda terima hari ini?”
Metode ini efektif digunakan setelah interaksi yang spesifik telah dilakukan, seperti ketika pelanggan selesai berbelanja atau selesai berkomunikasi dengan customer service. Karena metode pengambilannya ini, data yang diperoleh cenderung lebih cepat.
Kekurangannya, skor CSAT bisa saja dipengaruhi oleh emosi sesaat, sehingga perlu dikumpulkan secara konsisten untuk mendapatkan gambaran yang akurat.
Customer Effort Score (CES)
Metode CES dilakukan dengan mengukur seberapa mudah atau sulit bagi pelanggan untuk menyelesaikan suatu tindakan. Misalnya, saat menyelesaikan transaksi pembelian, atau saat membutuhkan bantuan. Maka pertanyaan yang diajukan dalam metode ini sejenis dengan:
“Seberapa mudah Anda menyelesaikan permintaan Anda hari ini?”
Fokus dari metode ini adalah efisiensi dan kenyamanan, sehingga skor yang rendah menunjukkan bahwa pelanggan mengalami kesulitan. Metode ini lebih cocok untuk mengukur apakah ada hambatan dalam proses pelayanan yang diberikan oleh bisnis.
Analisis sentimen dari ulasan pelanggan
Analisa sentimen dapat dilakukan menggunakan teknologi untuk menilai nada emosional dalam ulasan yang diberikan pelanggan. Ulasan bisa saja berasal dari komentar di media sosial, hasil survei, hingga platform review. Bisnis dapat memahami pola emosi pelanggan secara luas, menggunakan bantuan teknologi Natural Language Processing (NLP).
Survei kualitatif dengan skala Likert
Skala Likert merupakan metode untuk mengukur sikap, opini, atau persepsi responden terhadap suatu pernyataan. Metode ini dapat memberikan pemahaman terkait persepsi pelanggan melalui pernyataan yang dinilai dalam skala. Biasanya jawaban dari survei ini menggunakan pernyataan “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”.
Pertanyaannya bisa sangat beragam, salah satu contoh:
“Saya merasa pengalaman berbelanja di situs ini menyenangkan.”
Melalui metode survei ini, bisnis dapat mengumpulkan opini untuk mengevaluasi aspek emosional terhadap brand yang terbentuk di kalangan pelanggan.
Cara Memilih Metode yang Tepat untuk Bisnismu
Setelah memahami berbagai metode untuk mengukur pengalaman pelanggan, langkah berikutnya adalah menentukan mana yang paling tepat untuk diterapkan ke dalam bisnis. Karena tidak semua metode cocok untuk semua jenis bisnis. Pemilihan yang tepat akan membuat pengukuran memberikan hasil yang maksimal.
Pertama, bisnis perlu memahami dengan jelas tujuan dari pengukuran yang akan dilakukan. Setiap tujuan memiliki metode yang paling tepat untuk digunakan, maka ajukan pertanyaan seperti:
- Apakah ingin mengetahui tingkat kepuasan pelanggan setelah berinteraksi dengan layanan?
- Apakah ingin mengukur loyalitas terhadap brand secara umum?
- Atau ingin mengidentifikasi hambatan dalam proses pembelian?
Selain menentukan tujuan pengukuran, bisnis juga perlu mempertimbangkan aspek teknis dan operasional, seperti integrasikan metode dengan sistem yang sudah ada. Hal tersebut untuk memastikan data dan hasil analisa terkumpul dengan baik.
Kesimpulan
Mengukur pengalaman pelanggan adalah kebutuhan strategis bagi bisnis yang ingin bertahan dan tumbuh dalam lingkungan yang kompetitif. Dengan memahami pentingnya pengalaman terhadap loyalitas dan pendapatan, serta mengenali tantangan dalam proses pengukurannya, perusahaan dapat mengambil langkah yang lebih terarah.
Konsistensi dalam pengukuran juga menjadi kunci. Melakukan pengukuran secara teratur dan menggunakan kombinasi metode akan memberikan hasil yang lebih akurat dan mendalam. Dengan data yang tepat, bisnis dapat meningkatkan pengalaman pelanggan secara berkelanjutan, serta menciptakan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.