TANGERANGNEWS.com-Munculnya gejala stroke merupakan kondisi darurat yang memerlukan penanganan secepat kilat. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang terjebak mitos penanganan, padahal waktu adalah penentu utama peluang sembuh
Padahal penderita stroke memiliki Waktu Emas (Golden Hour) penanganan yang menjadi penentu keselamatan mereka.
Mitos Tusuk Jari hingga Pijatan
Dokter Spesialis Saraf RS Siloam Lippo Village Dr. dr. Pricilla Yani Gunawan, Sp.N, Subsp.E.N.K menegaskan bahwa penundaan penanganan akibat terjebak mitos dapat merusak jaringan otak permanen.
Saat melihat gejala stroke seperti bibir turun, tangan lemah mendadak, hindari tindakan yang tidak berbasis bukti ilmiah.
"Tindakan seperti menusukkan jarum di ujung jari agar darah keluar untuk menyembuhkan sumbatan adalah mitos. Termasuk memijat atau mengompres dengan daun tertentu. Tindakan ini berbahaya karena hanya membuang waktu penanganan kritis," tegasnya saat memperingati World Stroke Day di Siloam Hospitals Lippo Village, Tangerang, Rabu 29 Oktober 2025.
Kunci Kesembuhan Ada di 4,5 Jam Pertama
Jika muncul tanda-tanda stroke seperti satu sisi tubuh bekerja tidak normal, bibir turun, atau tangan tiba-tiba lemah, tindakan yang harus dilakukan hanya satu, segera ke rumah sakit!
Dr. Pricilla menekankan adanya Golden Hour penanganan, yakni 4 hingga 4,5 jam pertama sejak gejala muncul. Dalam periode kritis ini, pasien masih mungkin (eligible) mendapatkan obat peluruh sumbatan.
"Petugas medis akan berkali-kali menanyakan kapan terakhir kali pasien terlihat normal, untuk menentukan apakah masih mungkin dilakukan pemberian obat," jelasnya.
Menunda penanganan, bahkan hanya dengan mampir ke klinik terdekat, dapat membuang waktu berharga dan membuat peluang sembuh semakin kecil karena kerusakan jaringan saraf otak terus berjalan.
Pasien wajib dibawa ke Rumah Sakit Siap Stroke (Stroke Ready Hospital) yang memiliki alat penunjang seperti CT Scan atau MRI.
"Melalui alat penunjang tersebut, petugas medis akan segera menentukan apakah pasien masih layak menerima obat peluruh sumbatan berdasarkan waktu kejadian," ujar Dr. Pricilla.
Faktor Risiko Multifaktorial
Dr. Pricilla mengingatkan bahwa stroke adalah penyakit multifaktorial. Pencegahan tidak cukup hanya dengan olahraga jika faktor risiko utama dibiarkan.
Ia membeberkan faktor risiko utama yang wajib dikontrol yakni Tekanan Darah (Tensi), Gula Darah dan Kolesterol.
"Kalau usia itu faktor yang tak dapat dikontrol, di mana pembuluh darah makin kaku," terangnya.
Yang paling sering terlewatkan adalah kebiasaan mendengkur, apalagi jika sangat keras hingga sering dikeluhkan pasangan. Hal ini dapat menjadi faktor risiko stroke yang serius karena mengganggu pola tidur dan menurunkan oksigenasi ke otak.
Indikator lain mendengkur berbahaya adalah jika penderitanya sering mengantuk di siang hari meski tidur sudah cukup.
"Mendengkur keras dapat menyebabkan gula darah, tekanan darah, dan kolesterol cenderung naik, bahkan saat sudah minum obat," jelasnya.
Pencegahan dengan Screening Dini dan Aging with Health
Dr. Pricilla menyarankan agar masyarakat melakukan penuaan yang sehat (aging with health) dan screening dari awal untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang dimiliki.
"Penanganan harus segera dilakukan saat ketahuan ada risiko, bisa dengan perubahan pola hidup, atau langsung obat dari awal," sarannya.
Sebab, jika seseorang baru diobati setelah mengalami stroke (secondary prevention), tujuannya hanya untuk mencegah agar tidak terjadi stroke berulang.
Oleh karena itu, identifikasi dan kendalikan semua faktor risiko sejak dini adalah kunci untuk menjaga jaringan saraf otak tetap sehat.
Sementara itu, dr. Erick Prawira Suhardhi, MARS, Hospital Director Siloam Hospitals Lippo Village menjelaskan sebagai rumah sakit yang telah diakui sebagai Stroke Ready Hospital, pihaknya berkomitmen memberikan layanan penanganan stroke yang terpadu, cepat, dan berbasis teknologi modern.
"Siloam Hospitals Lippo Village memastikan bahwa proses diagnosis dan tindakan medis dilakukan dalam waktu kurang dari 45 menit sejak pasien tiba di IGD, mulai dari pemeriksaan CT Scan otak, pemberian obat trombolitik (jika memenuhi kriteria), hingga koordinasi dengan tim multidisiplin," jelasnya.
Tim Stroke Unit Siloam Hospitals Lippo Village terdiri dari dokter spesialis saraf, dokter radiologi, spesialis rehabilitasi medis, perawat terlatih, dan tenaga pendukung yang bekerja secara kolaboratif untuk memastikan pasien mendapatkan penanganan optimal dari fase akut hingga rehabilitasi pasca-stroke.
Selain layanan darurat, Siloam Hospitals Lippo Village juga terus melakukan program edukasi publik dan skrining stroke guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, dan gaya hidup tidak sehat.
“Kami percaya bahwa edukasi, deteksi dini, dan respon cepat adalah kunci dalam menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke. Di Siloam Hospitals Lippo Village, kami tidak hanya fokus pada penyembuhan, tetapi juga pada pencegahan dan pemulihan kualitas hidup pasien,” ungkap dr. Erick Prawira.
Komitmen Siloam Hospitals Lippo Village dalam memberikan pelayanan stroke yang unggul telah mendapatkan pengakuan internasional melalui perolehan Diamond Award dari ANGELS Initiative, sebuah penghargaan international bergengsi yang diberikan kepada rumah sakit dengan standar penanganan stroke terbaik di dunia.