Oleh: Bella Dwilaraswati, Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
TANGERANGNEWS.com-Ruang publik semestinya menjadi representasi kehadiran negara dalam melayani dan melindungi kepentingan masyarakat. Realitas di lapangan sering kali menunjukkan hal sebaliknya. Kericuhan lahan parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang Selatan menjadi contoh nyata bagaimana fasilitas pelayanan dasar justru berubah menjadi arena konflik kepentingan, kekerasan, dan perebutan ekonomi oleh kelompok tertentu.
Peristiwa ini bukan sekadar persoalan teknis pengelolaan parkir, melainkan mencerminkan masalah struktural yang lebih dalam terkait tata kelola publik, pengawasan organisasi kemasyarakatan (ormas), serta kualitas kepemimpinan lokal. Kasus penguasaan lahan parkir RSUD Tangsel oleh oknum ormas selama bertahun-tahun membuka mata publik bahwa lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan pemerintah daerah dapat menciptakan ruang subur bagi praktik premanisme.
Ketika negara gagal hadir secara konsisten dan tegas di ruang publik, kekuasaan informal dengan mudah mengambil alih fungsi yang seharusnya dikelola secara transparan dan akuntabel. Kondisi ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan hukum.
Premanisme yang Tumbuh di Fasilitas Kesehatan
Penguasaan lahan parkir RSUD Tangerang Selatan oleh ormas Pemuda Pancasila selama bertahun-tahun menunjukkan bagaimana praktik premanisme dapat tumbuh di ruang publik yang seharusnya steril dari kepentingan kelompok. Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan dasar justru menjadi arena perebutan ekonomi. Fakta ini menegaskan bahwa persoalan parkir bukan masalah sepele, melainkan menyangkut martabat pelayanan publik dan kewibawaan negara.
Delapan Tahun Penguasaan, Miliaran Rupiah Mengalir
Sejak 2017, pengelolaan parkir RSUD Tangsel secara resmi telah dilelang kepada pihak swasta melalui mekanisme tender yang sah. Namun di lapangan, pungutan parkir tetap dikuasai ormas. Dalam rentang waktu sekitar delapan tahun, nilai pungutan diperkirakan mencapai miliaran rupiah per tahun dengan total kerugian daerah mencapai lebih dari Rp7 miliar. Uang yang seharusnya menjadi pendapatan daerah dan menopang layanan kesehatan publik justru dinikmati oleh kelompok tertentu tanpa akuntabilitas.
Intimidasi sebagai Cara Mempertahankan Kuasa
Ketika vendor resmi mencoba menertibkan pengelolaan parkir dengan memasang sistem gate otomatis, respons yang muncul bukan dialog sehat, melainkan intimidasi dan kekerasan. Perusakan alat dan penghadangan pekerja proyek memperlihatkan bahwa kekuasaan informal digunakan sebagai alat mempertahankan sumber ekonomi. Konflik terbuka ini menunjukkan bahwa negara telah terlalu lama membiarkan praktik ilegal mengakar.
Mediasi Tanpa Ketegasan: Kesalahan Pemerintah Daerah
Salah satu akar persoalan dalam kasus ini adalah pendekatan pemerintah daerah yang terlalu mengandalkan mediasi. Alih-alih menegakkan aturan sejak awal, pemerintah terkesan ragu menghadapi tekanan ormas. Padahal, aset publik tidak seharusnya dinegosiasikan. Ketika negara memilih bersikap lunak, yang tumbuh bukan solusi, melainkan keberanian kelompok tertentu untuk terus melanggar hukum.
Lemahnya Pembinaan dan Pengawasan Ormas
Sorotan DPRD terhadap kinerja Kesbangpol mengindikasikan bahwa pembinaan dan pengawasan ormas belum berjalan optimal. Legalitas ormas tidak diiringi dengan kontrol yang ketat terhadap aktivitas mereka di ruang publik. Akibatnya, ormas dapat bergerak melampaui fungsi sosial dan berubah menjadi aktor yang menguasai sumber ekonomi strategis. Tanpa pembenahan sistemik, konflik serupa berpotensi terus berulang.
Penegakan Hukum yang Datang Terlambat
Penangkapan puluhan anggota ormas oleh kepolisian menjadi titik balik penting dalam kasus ini. Langkah tersebut terasa terlambat karena baru dilakukan setelah konflik memuncak dan meresahkan publik. Penegakan hukum yang bersifat reaktif menunjukkan lemahnya deteksi dini dan keberanian aparat dalam melindungi aset publik sejak awal.
Ruang Publik dan Tantangan Kepemimpinan Lokal
Kasus RSUD Tangsel pada akhirnya menguji kualitas kepemimpinan lokal. Negara seharusnya hadir sebagai pemegang otoritas tertinggi atas ruang publik, bukan sebagai penonton yang menunggu konflik membesar. Kepemimpinan yang tegas bukan berarti anti-dialog, tetapi berani menegakkan hukum demi kepentingan masyarakat luas.
Kesimpulan
Kisruh lahan parkir RSUD Tangerang Selatan bukan sekadar konflik pengelolaan parkir, melainkan cerminan rapuhnya tata kelola publik, lemahnya pembinaan ormas, dan ketidaktegasan pemerintah daerah. Penguasaan aset publik oleh kelompok tertentu selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa negara bisa kalah ketika absen dari ruang publik. Ke depan, penegakan hukum harus dibarengi reformasi pengawasan ormas dan keberanian kepemimpinan lokal agar ruang publik benar-benar dikelola untuk kepentingan masyarakat, bukan dikuasai oleh segelintir kelompok.
Daftar Pustaka:
AliansiNews.Id. (2025). Pantas Tak Mau Lepas Kuasai Lahan Parkir RSUD Tangsel, Ormas PP Cuan Rp7 Milyar. aliansinews.Id.
Baharudin Al Farisi, L. H. (2025). Mediasi Pemkot Tangsel Tak Mampu Tumpas Kekuasaan Ormas PP di RSU Tangsel. Kompas.com.
CNN Indonesia. (2025). Duduk Perkara Ormas PP Kuasai Lahan Parkir RSU Tangsel. cnnindonesia.com.
detikcom, T. (2025). 5 Fakta Puluhan Anggota PP Diringkus Buntut Ribut Parkir RSUD Tangsel. detikNews.
Iqbal, M. (2025). Buntut Ricuh Lahan Parkir RSU Tangsel, 30 Anggota Ormas DItangkap. banten.idntimes.com.
Muhtamimah. (2025). Kisruh Pengelolaan Lahan Parkir RSU Tangsel oleh Ormas, DPRD Minta pembunaan Lebih Optimal. tangsel.jawapos.com.
Po.id, S. (2025). Polisi: Ormas PP Kuasai Lahan Parkir RSUD Tangsel Selama 8 Tahun. Sin Po.id.
Pramana, A. (2025). Terkuak! Kronologi Ormas PP Kuasai Lahan Parkir RSUD Tangsel Sejak 2017, Raup Rp1 Milyar PerTahun. kompas.tv.
tangerangraya.co.id. (2025). Pemkot Lemah Tegakkan Aturan, Lahan Parkir RSUD Tangsel Dikuasai Ormas, Rugi 7 Miliar. tangerangraya.co.id.
Yanto. (2025). Buntut Kisruh Lahan Parkir RSUD, Komisi 1 Pertanyakan Kinerja Kesbangpol Bina Ormas. tangerangnews.com.