TANGERANGNEWS.com-Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 7 Kabupaten Tangerang menuai sorotan setelah beredarnya surat pernyataan terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dalam surat berkop resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten itu, pihak sekolah meminta wali murid menyatakan kesediaan menanggung risiko kesehatan dan tidak menuntut pihak sekolah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan terkait program MBG.
Surat tersebut memuat opsi persetujuan atau penolakan program. Bagi yang menyetujui, mereka diminta mengakui bahwa makanan telah memenuhi standar kebersihan, namun wajib menerima enam risiko yang mungkin muncul.
Di antaranya gangguan pada pencernaan, timbulnya alergi terhadap bahan makanan dan keracunan makanan yang disebabkan faktor di luar kendali pihak sekolah/panitia.
Surat tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa jika risiko tersebut terjadi, penerima manfaat dianggap tidak memiliki dasar untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak sekolah maupun penyelenggara program.
Selain itu, wali murid juga diminta bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp80.000 jika tempat makan (kotak makan) rusak atau hilang.

Menanggapi hal itu, Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) SMKN 7 Kabupaten Tangerang Hikmat Kamal saat diklarifikasi mengakui surat pernyataan tersebut memang diterbitkan pihak sekolah.
Namun, ia membantah isi surat itu bertujuan untuk menghindar dari tanggung jawab hukum.
"Tujuannya menjalin komunikasi dengan wali murid bahwa ada program pemerintah yaitu program makan bergizi gratis," ucap Hikmat, Rabu 29 Oktober 2025.
Hikmat menjelaskan, surat pernyataan tersebut didistribusikan dalam bentuk fisik dan kuesioner daring. Ia menambahkan, pihak sekolah telah bekerjasama dengan puskesmas terdekat dan mengoptimalkan fungsi Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk penanganan cepat jika terjadi kasus keracunan MBG.
Mayoritas Wali Murid Setuju
Meskipun memuat klausul risiko yang cukup mengkhawatirkan, Hikmat menyebut mayoritas wali murid telah menyetujui program tersebut.
"Jadi yang menerima MBG di awal itu kelas 10 dulu, totalnya siswanya sekitar 800 anak," jelasnya.
Dari total sekitar 800 wali murid yang mengisi, hanya lima orang yang menyatakan tidak setuju terhadap program MBG.
"Bagi siswa yang orang tuanya menolak, anak tersebut tidak akan diberikan MBG di sekolah karena pihak sekolah tidak berhak memaksa," kata Hikmat.