TANGERANGNEWS.com – Nada kesal tak bisa disembunyikan Camat Neglasari Andhika Nugraha, saat rapat koordinasi penanganan gangguan keselamatan penerbangan di ruang Akhlakul Karimah, Puspemkot Tangerang.
Ia menumpahkan unek-uneknya kepada pengelola Bandara Soekarno-Hatta mulai dari warga yang hanya tahu dilarang bermain layang-layang tanpa solusi, ekonomi lokal yang makin lesu, hingga proses ganti rugi kerusakan rumah yang berbelit.
Di hadapan pengelola Bandara Soekarno-Hatta, ia menyampaikan berbagai keresahan warganya yang selama ini hidup berdampingan langsung dengan aktivitas penerbangan.
“Keluhan warga kami dilarang main layang-layang, dilarang main burung. Tapi apa problem solving yang diberikan pengelola bandara? Sampai sekarang tidak ada. Mau ganti hiburan dengan main bola, tapi bolanya mana,” ujar Andhika dengan nada kecewa.
Ia menuturkan, Neglasari yang dulu menjadi wajah Bandara Soekarno-Hatta, kini merasa terpinggirkan. Sejak adanya Transit Oriented Development (TOD) dan aksesibilitas yang ditutup, peran vital itu bergeser ke Kecamatan Benda.
“Dulu Neglasari ini mukanya bandara, sekarang jadi buntut. Geliat ekonomi menurun. Kalau sekarang yang ada TPA dan TPU. Janji pengembangan kawasan pergudangan pun sampai hari ini belum terlihat,” keluhnya.
Andhika juga menyoroti minimnya serapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar bandara. Harapan agar warga bisa mendapat manfaat dari keberadaan bandara belum terwujud.
“Soal tenaga kerja, kita tidak lihat ada peningkatan signifikan. Padahal wilayah kami langsung terdampak aktivitas bandara,” katanya.
Keluhan lain muncul dari dampak teknis penerbangan. Warga Kelurahan Selapajang yang menjadi jalur take off pesawat kerap mengalami kerusakan rumah akibat turbulensi.
“Genteng rumah warga sering terangkat. Tapi urusan ganti rugi berbelit-belit, bisa dua sampai tiga bulan baru cair. Itu pun hanya diganti satu lembar asbes. Bukan ganti untung, tapi sekadar ganti rugi,” tegas Andhika.
Persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga disorotinya. Ia menyebut selama tiga tahun menjabat, warga sulit mengakses program CSR dari pihak bandara.
“Dulu ada CSR berupa sembako menjelang hari besar. Sekarang ke mana? Ke siapa? Kami mengajukan proposal pun tidak punya akses,” ujarnya.
Meski demikian, Andhika menegaskan pihak kecamatan tetap berupaya menjaga kondusifitas dan keselamatan penerbangan.
“Kami siap turun kalau ada informasi warga main layangan. Tapi tolong komunikasikan. Jangan warga kami hanya dilarang tanpa ada solusi. Mereka juga butuh hiburan,” tutupnya.