Oleh: Yuli Juharini, warga Kota Tangerang.
TANGERANGNEWS.com-Beberapa wakil rakyat yang duduk di DPR tidak pernah menduga bahwa dampak dari sikap arogansi mereka akan menimbulkan gelombang aksi demonstrasi di berbagai wilayah yang berujung dengan penjarahan. Hal itu bermula ketika mereka dengan riangnya menyambut kenaikan gaji hingga tembus 100 juta perbulan. Rakyat kecil yang menyaksikan keriangan itu menjadi marah. Bagaimana tidak marah, rakyat yang bergumul dengan pekerjaan yang tidak pasti dengan penghasilan minim masih dibebani dengan aneka pajak. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan sosial.
Gelombang aksi pun mulai menerjang gedung DPR yang menginginkan agar DPR dibubarkan. Peserta aksi meliputi para mahasiswa, buruh, ojol, dan elemen sipil lainnya. Pada awalnya aksi berlangsung tertib dan damai. Namun, setelah beberapa oknum polisi menembakkan gas airmata kepada peserta aksi yang merangsek ke dalam gedung DPR, mulailah kericuhan itu terjadi. Sangat disayangkan. Seharusnya perwakilan dari peserta aksi disambut dengan baik dan didengarkan semua aspirasi dari mereka, bukan dibalas dengan gas airmata.
Dampak dari kericuhan itu mulailah terjadi penjarahan di rumah menteri hingga beberapa rumah anggota DPR. Bapak Hendardi dari SETARA Institute mengatakan bahwa aksi anarkis dan penjarahan diduga dilakukan oleh orang-orang terlatih yang memanfaatkan situasi. Beliau pun menambahkan bahwa harus dipisahkan antara aksi demonstrasi konstitusional dengan aksi anarkis dan penjarahan. (Metrotvnews.com 31-08-2025)
Demokrasi Kapitalis Meniscayakan Demonstrasi Berujung Anarkis
Kegiatan demonstrasi atau aksi sebenarnya tidak bertentangan dengan hukum perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Aksi dilakukan sebagai bentuk rasa kecewa yang teramat dalam terhadap kebijakan yang dilakukan oleh para penguasa. Semua kebijakan yang ditetapkan tidak ada satu pun yang menguntungkan rakyat, padahal rakyatlah yang sudah memilih para penguasa itu melalui pemilu. Rakyat hanya ingin didengar suaranya pada saat mengadakan aksi. Alih-alih mendengar suara rakyat, justru gas airmata yang didapat.
Jika mengikuti sistem demokrasi yang benar seharusnya semua itu berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, pada faktanya itu hanya jargon semata tidak punya makna. Yang lebih dominan justru kapitalis sekuler yang diadopsi oleh negara. Ketika ada suara rakyat yang mengancam kekuasaannya maka suara itu harus segera dibungkam bagaimanapun caranya. Tidak heran ketika ada aksi terkait kebijakkan apa pun, penguasa seakan menutup mata. Hal itu rentan ditunggangi oleh oknum yang dapat mengambil keuntungan dari peristiwa aksi tersebut. Dari beberapa aksi demonstrasi yang terjadi tidak jarang hasilnya sangat mengecewakan rakyat banyak.
Aksi Dilihat dari Kacamata Islam
Di dalam Islam, masirah atau aksi itu diperbolehkan bahkan menjadi kewajiban jika ada penguasa yang perlu dikoreksi karena kebijakkannya. Hal itu sebagai bentuk amar mak'ruf nahi munkar. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud mengatakan bahwa, jihad yang utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. Merujuk dari hadits tersebut, jika ada penguasa yang berbuat semena-mena dengan kebijakkannya maka wajib dikoreksi (muhasabah lil hukam).
Dalam menjalankan aksi tentu saja harus sesuai dengan syariat Islam. Tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan seperti,
- Berkata kasar
- Menyebarkan fitnah dan kebohongan
- Menyerang pribadi penguasa, ingat yang dikritik itu kebijakkannya.
- Melakukan kekerasan kepada orang lain atau menyerang aparat.
- Melakukan perusakan dan perampasan fasilitas pribadi maupun umum.
Karena tujuan sebenarnya dari aksi tersebut adalah, mengingatkan para penguasa atas kelalaian mereka dalam mengatur urusan rakyat. Kebanyakan para penguasa itu masih terlibat dalam praktik ribawi. Juga terlibat dalam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tidak jarang malah ada yang menyalahgunakan sumber daya alam untuk kepentingan pribadi. Itulah beberapa kebijakkan yang perlu dikoreksi.
Siapa Saja yang Boleh Melakukan Aksi?
Aksi boleh dilakukan oleh siapa saja, baik individu maupun organisasi kemasyarakatan dalam bentuk partai politik yang memikul tugas untuk mengawasi para penguasa. Kegiatan aksi tidak hanya dilakukan oleh para pria saja. Wanita pun boleh ikut melakukannya. Tentu saja semua itu ada syarat-syarat khusus untuk para wanita yang akan ikut aksi seperti,
- Mendapatkan izin dari ayah jika belum menikah.
- Mendapatkan izin dari suami jika sudah menikah.
- Berpakaian syar'i sesuai syariat Islam.
- Tidak tabaruj (berlebihan dalam hal apa saja).
- Tidak bercampur baur dengan para pria.
Jika semua syarat itu terpenuhi, maka boleh para wanita ikut melakukan aksi.
Apakah ada yang melakukan aksi demonstrasi yang santun seperti itu?
Tidak merusak fasilitas pribadi maupun umum. Tidak berkata kasar, tidak membawa senjata tajam, bahkan ketika aksi bubar sisa sampah dibersihkan oleh peserta aksi yang sudah ditunjuk oleh koordinator aksi. Jawabannya tentu saja ada. Sebuah kelompok dakwah yang pernah mendapatkan piagam penghargaan dari Kapolda Metro Jaya pada saat itu yang memangku jabatan adalah Bapak Makbul Padmanegara. Piagam penghargaan diberikan oleh beliau kepada kelompok dakwah itu karena sudah menjadi peserta aksi atau demonstran paling tertib yang pernah ada.
Wallahu alam