TANGERANG-Harga bawang merah dan bawang putih di sejumlah pasar tradisional Kota Tangerang masih tinggi dalam sepekan terakhir. Namun Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.
 
Kenaikan harga yang diduga dipicu oleh minimnya stok barang ini dikeluhkan para pedagang karena berimbas pada penurunan omzet penjualan mereka hingga 25 persen.
 
Seperi dikatakan Maya Panjaitan, pedagang bawang di Pasar Anyar, kenaikan kedua komoditi sayuran ini mencapai lebih dari 100  persen dari harga normal. Jika dalam kondisi normal, harga bawang putih adalah Rp 20 - 22 ribu per kilogram, saat ini harganya melambung mencapai Rp 44 - 50 ribu per kilogram.
 
“Sedangkan untuk bawang merah, sebelumnya Rp 20-23 ribu per kilogram, sekarag naik Rp 50-55 ribu,” katanya, Jumat (15/3).
 
Menurut Maya, kenaikan harga tersebut terus terjadi dalam sepekan terakhir, bahkan kenaikan harga juga sudah terjadi di tingkat tengkulak.  Dia menduga kenaikan harga tersebut dipicu oleh minimnya stok dari para tengkulak.
 
“Minimnya bawang impor, membuat harga komoditas lokal merambat naik. Akibat naiknya harga bawang, omset penjualan kami berkurang hingga 25 persen,” tukasnya.
 
Maya berharap agar pemerintah segera ikut campur tangan dalam menanggulangi masalah kenaikan harga sayuran jenis bawang merah dan bawang putih. “Kalau begini terus kita bisa bangkrut karena tidak ada yang mau beli,” tukasnya.
 
Sementara Kepala Bidang Pedagangan Dinas Perindagkop Kota Tangerang Sudadi mengaku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi kenaikan harga bawang merah dan bawang putih. Pasalnya, bawang bukan merupakan produk barang pokok yang dikendalikan pemerintah pusat.
 
“Kita bertindak atas instruksi pemerintah pusat. Sementara pemerintah pusat sendiri tidak mengendalikan bawang, seperti halnya beras. Jadi sampai saat ini belum ada upaya apa-apa,” tukansya.
 
Menurut Sudadi, tingginya harga bawang ini disebabkan tidak adanya stok dari sumbernya lantaran gagal panen. Selama in juga pemerintah tidak mengimpor bawang. “Barang ini produksi lokal dari Nusa Tenggara Barat dan Brebes. Memang produksinya merosot karena gagal panen akibat musim hujan kemarin,” ujarnya.
 
Kondisi ini, kata Sudadi, lebih berdampak pada industri kuliner karena bisa mempengaruhi rasa makanan. “Berimbasnya lebih besar pada kuliner. Kalau masyarakat kan tidak setiap hari makan bawang. Tapi kita himbau agar pemerintah pusat mengambil langkah dengan mengimpor bawang,” katanya.(RAZ)