Connect With Us

Ketika Negara Takut pada Jurnalis

Rangga Agung Zuliansyah | Senin, 2 Juni 2025 | 18:39

Korry El Yana, Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) dan Pemerhati Media dan Perempuan. (@TangerangNews / Istimewa)

Oleh: Korry El Yana, Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang dan Pemerhati Media dan Perempuan.

 

TANGERANGNEWS.com-Rencana revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menuai reaksi keras dari masyarakat sipil, akademisi, hingga pelaku industri media. Salah satu poin yang paling disorot dalam draf revisi tersebut adalah larangan terhadap jurnalisme investigasi di media penyiaran. Pasal ini jelas membahayakan kebebasan pers, mempersempit ruang demokrasi, dan mengancam hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang kritis dan mendalam.

Jurnalisme investigasi tidak hanya berperan sebagai penyaji berita, melainkan sebagai penjaga integritas demokrasi. Ia membongkar ketidakberesan yang tersembunyi, dari korupsi, pelanggaran hukum, hingga penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa investigasi, publik hanya akan menerima potongan realitas yang sudah disaring oleh mereka yang berkuasa. Bukankah banyak skandal besar di negeri ini—korupsi e-KTP, suap pejabat, hingga kasus pelanggaran HAM—terungkap karena keberanian jurnalis menggali lebih dalam?

Pelarangan jurnalisme investigasi sama artinya dengan mencabut hak publik atas kebenaran. Pemerintah berdalih bahwa revisi ini ditujukan untuk mengatur kualitas penyiaran dan menangkal hoaks. Namun, jika memang hoaks menjadi musuh bersama, seharusnya justru jurnalisme yang kredibel dan investigatif diperkuat, bukan dibungkam. Alih-alih menangkal disinformasi, pelarangan ini justru membuka ruang lebih luas bagi manipulasi informasi yang tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

Jika dilihat dari perspektif teori komunikasi, revisi ini mencerminkan kemunduran ruang publik sebagaimana diidealkan oleh Jurgen Habermas. Dalam konsep public sphere, media berperan penting sebagai tempat berlangsungnya diskursus rasional warga negara yang menjadi alat kontrol kekuasaan. Ketika media dibatasi dan dikendalikan, ruang publik akan terdistorsi, dan demokrasi kehilangan fondasi dialognya.

Selain itu, revisi ini berkaitan erat dengan teori agenda setting yang dikemukakan McCombs dan Shaw. Media memiliki kekuatan untuk menentukan isu apa yang penting bagi masyarakat. Ketika jurnalisme investigasi dilarang, maka informasi yang sampai ke publik hanya yang dianggap “aman” oleh penguasa. Ini bukan sekadar pengaturan isi siaran, tetapi bentuk intervensi terhadap kesadaran kolektif masyarakat.

Lebih jauh, pelarangan ini berpotensi memperkuat efek spiral of silence seperti dijelaskan Elisabeth Noelle-Neumann. Dalam situasi di mana suara kritis dibungkam dan pendapat minoritas dianggap tidak layak, individu cenderung memilih diam. Ini menciptakan budaya bungkam, di mana kritik terhadap kekuasaan menjadi tabu dan kebenaran dikalahkan oleh kepatuhan.

Data dari Reporters Without Borders (2024) menunjukkan bahwa indeks kebebasan pers Indonesia berada di peringkat ke-111 dari 180 negara. Ini bukan prestasi, melainkan peringatan. Jika revisi ini tetap dilanjutkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan tergelincir lebih jauh ke dalam kategori negara dengan kebebasan pers yang semu.

Jurnalisme investigatif adalah bentuk komunikasi yang paling sehat dalam masyarakat demokratis. Ia tidak bekerja untuk menyenangkan siapa pun, tapi untuk mengungkapkan realitas apa adanya. Ketika negara merasa terancam oleh praktik ini, maka yang harus dipertanyakan adalah: siapa yang sebenarnya sedang dilindungi oleh larangan ini?

Sayangnya, dalam iklim politik saat ini, kebebasan berekspresi kerap dikorbankan atas nama stabilitas dan ketertiban. Namun kita lupa, bahwa stabilitas yang dibangun di atas ketakutan adalah stabilitas semu. Demokrasi hanya akan tumbuh dalam iklim kebebasan berpikir dan keberanian menyampaikan kebenaran.

Dalam kondisi seperti ini, peran masyarakat sipil, akademisi, dan media alternatif menjadi sangat penting. Kita tidak boleh membiarkan logika kontrol mengalahkan hak atas informasi. Pers perlu dilindungi, bukan dipasung. Jika jurnalis dibungkam, maka publik kehilangan akses terhadap realitas yang kritis dan independen.

Revisi UU Penyiaran harus dikaji ulang. Negara harus kembali pada semangat reformasi: menjamin kebebasan pers, menghormati perbedaan pendapat, dan membuka ruang partisipasi warga dalam wacana publik. Karena ketika jurnalisme dikekang, bukan hanya media yang dirugikan, tetapi seluruh rakyat kehilangan haknya untuk tahu.

Ketika negara mulai takut pada jurnalis, saat itulah rakyat harus lebih berani bersuara. Demokrasi tidak tumbuh dalam keheningan, melainkan dalam debat, kritik, dan diskusi terbuka. Dan jurnalisme, betapapun mengganggu bagi mereka yang berkuasa, adalah nafas dari demokrasi itu sendiri.

OPINI
Ketika Negara Takut pada Jurnalis

Ketika Negara Takut pada Jurnalis

Senin, 2 Juni 2025 | 18:39

Pelarangan jurnalisme investigasi sama artinya dengan mencabut hak publik atas kebenaran. Pemerintah berdalih bahwa revisi ini ditujukan untuk mengatur kualitas penyiaran dan menangkal hoaks.

TOKOH
Innalillahi, Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia

Innalillahi, Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia

Selasa, 20 Mei 2025 | 16:11

Kabar duka datang dari keluarga jurnalis ternama Najwa Shihab. Suaminya, Ibrahim Sjarief bin Husein Ibrahim Assegaf, tutup usia pada Senin, 20 Mei 2025 pukul 14.29 WIB di RS PON, Jakarta Timur.

NASIONAL
Dipanggil Prabowo, Menkes Laporkan Soal Kasus Covid-19 

Dipanggil Prabowo, Menkes Laporkan Soal Kasus Covid-19 

Rabu, 4 Juni 2025 | 11:53

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan pada Selasa sore, 3 Juni 2025, untuk melaporkan perkembangan terkini mengenai kasus Covid-19 di Indonesia.

WISATA
Segera Hadir, Taman Wisata dan Konservasi Satwa dari Seluruh Dunia Seluas 10,9 Hektare di BSD City

Segera Hadir, Taman Wisata dan Konservasi Satwa dari Seluruh Dunia Seluas 10,9 Hektare di BSD City

Selasa, 3 Juni 2025 | 18:10

BSD City terus berkomitmen untuk menghadirkan berbagai fasilitas modern guna menambah kenyamanan warganya, salah satunya melalui kehadiran taman wisata satwa terbaru.

""Kekuatan dan perkembangan datang hanya dari usaha dan perjuangan yang terus menerus""

Napoleon Hill