Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S, Aktivis Dakwah dan Penulis Buku
TANGERANGNEWS.com-Kasus penyakit Tuberkulosis (TBC) yang masih tinggi di Lebak, Banten semestinya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Sebagaimana diberitakan bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mencatat ada sebanyak 4.603 kasus yang terjadi pada periode Januari hingga Oktober 2025. Sebanyak 74 orang di antaranya bahkan meninggal dunia (Bantennews.com/06-10-2025).
Tingginya kasus TBC mencerminkan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, kurang akuratnya penegakan diagnosa, buruknya kebersihan dan sanitasi lingkungan, rentannya daya tahan tubuh masyarakat, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan di negeri ini. Semua faktor itu membentuk mata rantai yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Selain itu, tingginya angka kemiskinan, sehingga menyumbang pula terhadap tingginya angka stunting, ditambah lagi dengan terbatasnya sarana kesehatan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar pada ancaman kesehatan yang mengintai warga Lebak ini. Sebagaimana diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 17 Puskesmas yang belum dapat melayani rawat inap dari total 43 Puskesmas yang ada di wilayah tersebut Ini menunjukkan belum memadainya fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.
Di sisi lain, kesadaran akan kesehatan warga juga masih sangat minim, terbukti dari sepinya peminat cek kesehatan gratis. Dalam pemberitaan yang diturunkan oleh Detik.com (11-02-2025) bahwa warga Lebak mengaku enggan mengikuti program cek kesehatan gratis karena takut ketahuan sakit. Soal kemiskinan yang tinggi di Lebak juga memengaruhi tingkat kesehatan warganya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lebak, pada 2025 tercatat sebanyak 106.520 jiwa atau 8,03 persen dari total penduduk 1.449 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. (Beritasatu.com/04-11-2025)
Berbagai problematika yang menyelimuti warga Lebak tersebut menunjukkan semrawutnya sistem kehidupan hari ini. Lebih khusus lagi, tampak pula lemahnya upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menuntaskan kasus TBC di negeri ini, mengingat factor-faktor pemicunya tidak mampu terselesaikan.
Kapitalisme Sumber Petaka
Kapitalisme menjadikan negara hanya memosisikan dirinya sebatas regulator saja bagi rakyatnya. Negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, melainkan penghubung urusan rakyat dengan para penyedia layanan yakni swasta. Akibatnya, segala aspek kehidupan rakyat hari ini dijadikan komoditas bisnis. Hal ini menunjukkan lemah dan jahatnya sistem Sekulerme-Kapitalisme yang menjadi asas pengaturan urusan saat ini, termasuk kesehatan. Sistem ini telah menjadikan kesehatan sebagai komoditas untuk dikapitalisasi. Kualitas kesehatan yang didapat rakyat dibuat berbanding lurus dengan kemampuan rakyat untuk membayarnya. Ini jelas konsep khas ala sistem kapitalisme. Adagium “Orang miskin dilarang sakit” pun menjadi benar adanya.
Islam Sistem Hidup Terbaik
Berbeda dengan Islam sebagai sistem hidup yang sempurna dan berasal dari Al-Khaliq mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia termasuk persoalan kesehatan. Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular seperti TBC. Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya dan langkah yang komprehensif untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas, yakni melalui sistem kesehatan yang handal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi berdasarkan Islam.
Hal tersebut karena sejatinya kesehatan merupakan hak dasar kolektif bagi seluruh rakyat, baik miskin atau pun kaya. Oleh karena itu, negara akan berupaya menjamin rakyatnya agar memperoleh kesehatan sebagai upaya tanggung jawab menciptakan masyarakat yang produktif dan berdaya saing. Dengan demikian, dalam pandangan Islam negara wajib melakukan langkah praktis dan produktif untuk peningkatan daya tahan tubuh masyarakat, yakni menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu dan publik yang semua itu penting bagi terwujudnya sistem imun yang kuat. Baik pangan bergizi, sanitasi dan air bersih hingga perumahan dan permukiman yang sehat, semua harus dijamin oleh negara. Negara akan berusaha mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Untuk itulah, negara akan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan, termasuk sistem politik dan ekonomimya. Sistem ekonomi Islam terbukti mampu mewujudkan keadilan dalam distribusi kekayaan di tengah masyarakat, sehingga harta kekayaan tidak hanya mengendap di segelitir orang kaya saja atas nama kemampuan daya beli.
Negara akan memastikan semua lapisan masyarakat mendapat akses kesehatan gratis, sebab hal tersebit merupakan bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Hal ini didukung dengan anggaran negara yang kuat dalam Islam yang berbasis Baitul Maal dan bersifat mutlak. Baitulmail akan terisi oleh banyak pos pemasukan, salah satunya dari pos pemasukan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh negara. Bukan malah diserahkan kepada pihak asing sebagaimana yang terjadi dalam sistem kehidupan hari ini. Akibatnya pemasukan negara dari sector pengelolaan sumber daya alam sangat minim, karena semuanya masuk ke kantong swasta. Ini jelas berbeda dengan Islam yang memiliki ketangguhan dalam ekonominya karena pengelolaannya berbasis pada syariat Islam.
Oleh karena itu, kita membutuhkan hadirnya sebuah negara yang secara sempurna menjadikan Islam sebagai fondasi pengaturannya. Negara tersebut adalah Khilafah Islamiah, sebuah kepemimpinan global untuk seluruh kaum muslimin di dunia. Dengan Khilafah, syariat Islam dapat diterapkan secara sempurna dalam kehidupan. Dan hanya dengan syariat, umat hidup sehat, berkah dan mulia.