TANGERANGNEWS.com- Pemerintah melalui Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria memberikan tanggapan terkait wacana pembatasan penggunaan akun media sosial menjadi satu orang satu akun.
Menurutnya, pihak kementerian saat ini masih melakukan kajian terhadap usulan tersebut lantaran masih berkaitan dengan program Satu Data Indonesia.
Ia menjelaskan, wacana itu bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi konten negatif yang kian beredar di media sosial.
Selain itu, kebijakan tersebut juga diyakini dapat memperkecil ruang gerak penipuan yang memanfaatkan platform digital.
"Itu salah satu solusi (mengurangi hoaks) dan kita lagi kaji sekian opsi yang intinya adalah untuk semakin memperkecil upaya-upaya scamming. Misalnya ya di dunia online kita dan juga untuk memudahkan pengawasan kita terhadap misinformasi, hoaks dan lain-lain," ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.
Kajian yang dilakukan pemerintah juga meliputi aturan kepemilikan akun berdasarkan nomor ponsel. Kata Nezar, kemungkinan seseorang dapat memiliki lebih dari satu akun jika menggunakan beberapa nomor HP masih menjadi bagian dari pembahasan.
"Itulah yang mau kita kaji ada berapa nomor yang bisa dipakai, apabila kita punya satu akun itu lagi dikaji," jelasnya.
Adapun wacana pembatasan akun media sosial sempat beberapa kali dikemukakan, salah satunya oleh anggota Komisi I DPR Oleh Soleh, pada Juni 2025 lalu.
Oleh Soleh menilai, penggunaan akun kedua atau second account rawan disalahgunakan.
"Soal akun ganda, Pak. Baik di YouTube, di Instagram, di TikTok. Akun ganda ini kan sangat-sangat, sangat merusak, Pak. Akun ganda ini kan pada akhirnya disalahgunakan. Pada akhirnya, bukan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bagi pemakai yang asli tentunya," kata Oleh Soleh.
Belum lama ini, usulan serupa juga disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Bambang Haryadi. Ia mendorong agar setiap orang hanya diperbolehkan memiliki satu akun di tiap platform media sosial seperti aturan yang berlaku di Swiss, di mana satu warga negara hanya memiliki satu nomor telepon yang terintegrasi dengan berbagai layanan, termasuk media sosial.
"Bahkan kami berpendapat bahwa ke depan perlu juga single account terintegrasi, jadi setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap platform media sosial. Kami belajar dari Swiss misalnya kan, satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, karena nomer telepon tersebut terintegrasi dengan fasilitas bantuan pemerintah, media sosial dan lain lain," ucapnya.
Bambang menambahkan, keberadaan akun anonim dan buzzer selama ini telah memicu peredaran informasi yang meresahkan publik.
"Kita kan paham bahwa era media sosial ini sangat sedikit brutal ya, kadang isu yang belum pas, kadang dimakan dengan digoreng sedemikian rupa hingga membawa pengaruh kepada kelompok-kelompok yang sebenarnya kelompok-kelompok rasional," tukasnya.