Oleh: Khikmawanto, Kader Muhammadiyah dan Penulis buku The Governance Game
TANGERANGNEWS.com-Perayaan Milad ke-113 (18 November 2025 ) Muhammadiyah telah berlalu. Ini adalah momen sakral, bukan sekadar penanda bertambahnya usia, tetapi sebuah panggilan sejarah untuk merenungkan sejauh mana komitmen kita terhadap tema besar tahun ini: "Memajukan Kesejahteraan Bangsa."
Di Kota Tangerang—sebuah kota penyangga Ibu Kota yang padat, bergerak cepat dengan dinamika urbanisasi, industri padat karya, serta kompleksitas masalah sosial—momentum Milad ini terasa sangat penting, sekaligus memicu sedikit kegelisahan mendalam bagi kader yang peduli.
Muhammadiyah selalu dikenal sebagai gerakan pencerahan yang bergerak dengan amal. Lantas, muncul pertanyaan mendasar: Mengapa potensi besar yang dimiliki Muhammadiyah Tangerang, dengan segala sumber daya yang tersedia, belum sepenuhnya tuntas dikonversi menjadi gerakan kesejahteraan yang masif, terasa, dan berdampak luas di tengah hiruk pikuk kota ini? Milad ke-113 adalah momentum untuk menanggalkan rasa nyaman dan menjawab pertanyaan ini secara jujur.
Mengakhiri Era Lembaga yang Terlalu Inward-Looking
Secara faktual, Muhammadiyah di Kota Tangerang berdiri di atas fondasi organisasi dan aset yang kokoh. Kita memiliki ekosistem Amal Usaha yang luar biasa, mulai dari jaringan luas lembaga pendidikan di berbagai jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta berbagai lembaga kesehatan yang tersebar untuk melayani masyarakat. Keberadaan lembaga-lembaga ini adalah perwujudan nyata amal usaha dan bukti dakwah yang tak terbantahkan. Mereka adalah simpul-simpul kekuatan Persyarikatan.
Namun, di tengah kesibukan operasional harian yang tentu saja krusial—lembaga pendidikan sibuk dengan tuntutan kurikulum, pembangunan fisik, dan akreditasi; lembaga kesehatan fokus pada peningkatan mutu pelayanan dan efisiensi operasional—terkadang muncul fenomena "inward-looking" yang menghambat gerak kolektif. Lembaga-lembaga ini, meski berbuat kebaikan, cenderung terlalu fokus pada capaian dan target internal masing-masing.
Dampak buruknya, energi besar Persyarikatan terpecah-pecah. Program sosial yang dijalankan AUM tidak terintegrasi dengan agenda Pimpinan Daerah (PDM), Pimpinan Cabang (PCM), maupun Ortom. Kader dan Angkatan Muda sering kali kesulitan menemukan saluran aksi nyata yang terstruktur karena program-program outward-looking tidak menjadi prioritas utama. Ketika PDM sibuk dengan administrasi, dan AUM sibuk dengan operasional, momentum Milad yang seharusnya menjadi ajang Dakwah Bil Hal yang menyentuh jalanan dan pasar, sering kali hanya terasa sebagai perayaan internal yang "biasa-biasa saja" bagi masyarakat luas Tangerang.
Kita melihat, di daerah lain, Milad diramaikan dengan gerakan konkret: inkubasi UMKM yang mengubah nasib pedagang kecil, inisiasi lumbung pangan lokal, atau gerakan zero-waste berbasis komunitas. Semua itu dilakukan karena potensi AUM mereka dipaksa untuk bersinergi dan keluar dari zona nyaman. Di Tangerang, kita memiliki potensi akademik dan kesehatan yang seharusnya mampu melahirkan program yang lebih visioner dan menjawab isu riil perkotaan, seperti tingginya kesenjangan ekonomi, masalah kesehatan lingkungan, atau literasi digital bagi pelaku usaha mikro.
Milad: Panggilan Sinergi Kolektif untuk Kesejahteraan Konkret
Tema Kesejahteraan Bangsa yang diusung dalam Milad ke-113 ini menuntut kita untuk menjadikan momentum ini sebagai titik balik sinergi secara kolektif. Potensi sumber daya Muhammadiyah di Tangerang sudah lebih dari cukup; yang dibutuhkan adalah kemauan lillahi ta'ala dari seluruh komponen untuk mengorganisasi kekuatan tersebut menjadi satu agenda gerakan yang terpadu.
Sinergi yang kita butuhkan adalah Sinergi Total. Potensi SDM, riset, dan akademik yang dimiliki lembaga pendidikan tinggi kita, misalnya, harus dikolaborasikan secara resmi dan terstruktur dengan lembaga kesehatan dan lembaga filantropi (Lazismu).
Bayangkan skenario aksi nyata: Para ahli di bidang ekonomi dan teknologi dari perguruan tinggi dapat berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter dari fasilitas kesehatan untuk mengadakan Program Inkubasi Bisnis Berbasis Komunitas Sehat. Lembaga pendidikan menyediakan pelatihan digital marketing dan bimbingan teknologi untuk UMKM pangan, sementara lembaga kesehatan memberikan edukasi dan pendampingan gizi untuk memastikan produk yang dihasilkan sehat dan aman. Lazismu bertindak sebagai jembatan modal dan pemasaran, dan tentu saja, Angkatan Muda Muhammadiyah (terutama Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah) menjadi motor penggerak di level Pimpinan Ranting (PRM) dan Pimpinan Cabang (PCM).
Inilah wujud konkret dari tajdid (pembaruan) dalam berorganisasi; mengubah orientasi lembaga dari inward-looking menjadi "outward-looking"—aktif mencari dan menyelesaikan persoalan di masyarakat. Milad ini harus menjadi deklarasi kolektif bahwa kita akan mengakhiri kerja terpisah-pisah demi maslahat umat yang lebih luas, sesuai dengan semangat pencerahan yang dibawa K.H. Ahmad Dahlan.
Momentum Milad ke-113 bukan sekadar menghitung usia, tetapi menghitung dampak dan manfaat yang telah kita berikan kepada warga Tangerang. Mari jadikan esensi Surat Al-Ma'un sebagai denyut nadi gerakan di kota ini. Tugas kita bersama, sebagai kader, adalah memastikan bahwa di tahun-tahun mendatang, potensi Muhammadiyah Tangerang bukan lagi "belum tuntas," melainkan telah berbuah nyata sebagai pencerah, penggerak kesejahteraan, dan mitra utama masyarakat di tengah kota metropolis.