Reporter : Rangga A Zuliansyah
TANGERANG-Badan Pengelolan Lingkungan Hidup Kota Tangerang memberikan sanksi kepada empat pabrik karena terbukti mencemari lingkungan. Tiga pabrik diantaranya dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga miliaran rupiah, sedangkan satu pabrik dijatuhkan sanksi pidana di pengadilan.
Hal itu dikatakan Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Tangerang Aulia Epriya Kembara, Rabu (5/9). Menurutnya, dari hasil pengawasan BPLH, ke empat perusahaan tersebut terbukti membuang limbah B3 sehingga mencemari lingkungan.
“Awalnya pihak perusahaan diberi peringatan dan pembinaan, namun karena tetap membandel akhirnya mereka diberi sanksi administratif dan pidana,” ujarnya.
Aulia menyebutkan, salah satu perusahaan yang dikenakan denda adalah PT Cussons Indonesia yang beralamat di kawasan industry Batu Ceper, Kota Tangerang.
Pabrik yang memproduksi bedak dan sabun bayi ini didenda Rp 2,5 miliar. “Ada satu perusahan lagi, saya lupa namanya, didenda Rp 4,4 miliar,” tukasnya.
Ia menjelaskan, pencemaran yang dilakukan keempat pabrik ini telah merugikan masyarakat sekitar. Pabrik tersebut juga sempat didemo oleh masyarakat. “Pihak perusahaan bahkan sudah mendapat peringatan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Akhirnya diputuskan untuk memberikan sanksi,” katanya.
Aulia mengaku, kinerja BPLH Kota Tangerang dalam pengawasan dan penindakan perusahaan yang mencemari lingkungan sudah sangat bagus.
Kedepannya, BPLH dan DPRD Kota Tangerang akan mengundang para owner perusahaan yang terdaftar untuk diberikan peringatan bahwa di Kota Tangerang tidak bisa lagi dicemari lingkungannya.“Semoga lingkungan Kota Tangerang semakin terjaga,” ujarnya.
Sementara itu, Sekertaris Daerah Kota Tangerang Harry Mulya Zein mengatakan, Pemerintah Kota Tangerang melalui BPLH selalu melakukan pengendalian lingkungan sesuai prosedur. Hasilnya, banyak perusahaan yang sudah ditindak. “Sudah banyak perusahaan yang kedapatan mencemari lingkungan dan langsung diproses sesuai UU Lingkungan hidup,” ujarnya.
Menurut Sekda, banyaknya Perusahaan yang berani melakukan pencemaran dikarenakan pemerintah daerah tidak punya otoritas kuat dalam menangani persoalan lingkungan. Hal ini disebabkan UU Lingkungan Hidup yang dinilai lemah. “UU-nya harus direvormasi supaya keribawaan UU ada. Dan harus diatur soal sanksi yang berat, sehingga perusahaan takut,” tukasnya.