TANGERANGNEWS.com-Perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI) membawa tantangan besar, terutama terkait isu misinformasi, disinformasi dan etika penggunaan.
Banyak pengguna masih salah paham terhadap cara kerja AI, yang berujung pada penyalahgunaan dan penyebaran konten tidak akurat.
Menanggapi hal ini, Rektor Pradita University Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit menyatakan tantangan utama yang perlu diwaspadai adalah maraknya misinformasi dan disinformasi.
AI sering kali menghasilkan informasi atau data palsu, seperti referensi atau gambar yang tidak nyata, dimana banyak pengguna tidak teliti untuk mengecek ulang.
Hal ini menuntut pengguna untuk bersikap lebih cerdas dan bijaksana, memposisikan AI sebagai asisten bukan sebagai sumber kebenaran mutlak.
"AI sebaiknya diposisikan sebagai 'co-pilot', sementara keputusan tetap di tangan manusia. Ketelitian dalam mengevaluasi setiap hasil AI, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun audio, menjadi kunci," ujarnya usai mengisi Workshop Etika Penggunaan AI dalam Jurnalistik di Pradita University, Gading Serpong, Tangerang, Senin 15 September 2025.
Prof. Eko juga menyoroti isu hak cipta. Menurutnya AI tidak memiliki hak cipta karena tidak menghasilkan karya secara mandiri, melainkan dari algoritma yang dilatih dengan data.
Meskipun kini penggunaan AI dalam berkarya dinilai wajar, mirip dengan penggunaan kalkulator atau perangkat lunak desain. Namun, etika dan kejujuran dalam berkarya menjadi krusial.
Pengguna disarankan untuk mendeklarasikan penggunaan AI pada hasil karya mereka.
"Deklarasi penggunaan AI dalam hasil karya itu penting dan tidak perlu ditutupi. Pengakuan terhadap sumber data, terutama karya berlisensi, sangat penting untuk menghormati hak cipta pencipta aslinya," paparnya.
Gerakan untuk membayar penggunaan data berlisensi untuk pelatihan AI pun kini mulai bermunculan sebagai langkah untuk menjaga ekosistem yang adil.
"Dengan menyikapi AI secara bijak, kita dapat memanfaatkan potensinya untuk meningkatkan kualitas karya sambil tetap menjaga etika dan menghindari penyebaran informasi yang salah," tutupnya.