TANGERANGNEWS.com- Kondisi ekonomi yang tidak menggembirakan memberikan dampak serius bagi para peternak hewan kurban. Harapan untuk meraup untung besar jelang Idul Adha tahun ini tampaknya harus pupus.
Berdasarkan hasil kajian dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), potensi nilai ekonomi kurban nasional pada 2025 justru merosot menjadi Rp27,1 triliun. Angka ini bahkan lebih rendah dibanding saat pandemi Covid-19.
IDEAS mengungkapkan, tren penurunan ini terlihat dari berkurangnya jumlah pekurban tahun ini dibandingkan 2024. Bila pada tahun lalu tercatat 2,16 juta orang melaksanakan kurban, maka tahun ini hanya diperkirakan sekitar 1,92 juta orang.
"Artinya, ada penurunan potensi sekitar 233 ribu pekurban dalam satu tahun terakhir," kata Tira Mutiara dari IDEAS dikutip dari Jawapos, Jumat 6 Juni 2025.
Dari proyeksi tersebut, kebutuhan terbesar masih didominasi oleh hewan kurban jenis domba dan kambing yang mencapai 1,1 juta ekor. Sementara sapi menyumbang sekitar 503 ribu ekor.
"Selain itu, kami juga memproyeksikan potensi nilai ekonomi kurban Indonesia tahun 2025 sebesar Rp 27,1 triliun. Proyeksi ini juga turun dari proyeksi tahun sebelumnya (2024) yang diestimasikan mencapai Rp 28,3 triliun," ujar Tira.
Yang mengejutkan, jumlah pekurban pada tahun ini bahkan lebih rendah dibanding saat masa pandemi. Pada 2021 lalu, jumlah pekurban masih berada di angka 2,11 juta, sementara pada 2022 naik menjadi 2,17 juta.
Tira menjelaskan, merosotnya angka ini tak lepas dari menurunnya jumlah masyarakat kelas menengah dan atas yang selama ini menjadi kelompok dominan dalam pelaksanaan kurban.
"Hal tersebut diperparah oleh kurang memadainya kebijakan dari negara untuk menjaga kelas menengah dan atas tersebut. Inilah yang membedakan masa sulit tahun ini dengan masa pandemi," ungkapnya.
Menurut Tira, meskipun pandemi menimbulkan krisis yang lebih luas, saat itu pemerintah masih mampu memberikan dorongan melalui stimulus ekonomi dan kebijakan sektor keuangan. Selain itu, harga komoditas global sempat melonjak, memberi dampak positif bagi kelompok menengah dan atas.
Namun saat ini, pukulan terbesar datang dari sektor industri padat karya yang mengalami tekanan berat hingga menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif.
Data mencatat sepanjang 2024 ada 77.965 pekerja yang terkena PHK. Wilayah dengan dampak tertinggi termasuk Jakarta (17.085 orang), Jawa Tengah (13.130), Banten (13.042), dan Jawa Barat (10.661).
"Sedangkan, sejak Januari hingga 20 Mei 2025, terdapat 26.455 orang yang di-PHK, yang juga melanda kota-kota besar yang selama ini menjadi daerah yang surplus daging kurban atau daerah basis pekurban terbanyak," jelas Tira.
Lebih jauh, ia menyebut penurunan jumlah pekurban juga dipengaruhi oleh melemahnya sentimen publik terhadap kondisi ekonomi nasional. Ini diperburuk dengan melambatnya investasi dan kekhawatiran atas ketidakpastian global yang dipicu konflik dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Kondisi ini mendorong kelompok masyarakat kelas menengah awal untuk menahan pengeluaran, khususnya di luar kebutuhan pokok.
"Kondisi seperti ini sebetulnya sudah terasa sejak denyut perputaran ekonomi mudik menurun secara drastis, yang menyebabkan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun 2025 hanya tumbuh 4,87 persen," kata Tira.