TANGERANGNEWS.com- Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak 2026 dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dengan proyeksi kenaikan cukup tinggi. Namun, sejumlah kalangan menilai capaian itu tidak sepenuhnya realistis, terutama untuk pos pajak penghasilan (PPh).
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) masih berada dalam jalur yang memungkinkan untuk dicapai.
Hal ini didukung oleh asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen yang dipatok pemerintah tahun depan. Dengan asumsi tersebut, target penerimaan PPN dan PPnBM yang naik 11,7 persen masih realistis untuk tercapai.
Meski demikian, ia melihat adanya tantangan besar dalam target penerimaan PPh yang dipatok naik hingga 15 persen.
Menurutnya, angka itu sulit tercapai tanpa langkah luar biasa yang bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu cepat.
“Dengan risiko politik yang ada, sulit rasanya pemerintah menggunakan instrumen kebijakan pada tahun depan,” ungkap Fajry dikutip dari Kontan.co.id, Selasa 19 Agustus 2025.
Terlebih, ketidakpastian ekonomi global masih cukup tinggi pada 2026. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menyusun target agar tidak menimbulkan beban tambahan bagi dunia usaha.
“Seharusnya target penerimaan tumbuh single-digit pada tahun depan. Jika target penerimaan terlalu tinggi dari potensinya, saya takutkan ada yang terjadi malah aggressive tax collection,” imbuh Fajry.
Lebih lanjut, kata dia, dunia usaha justru membutuhkan insentif agar mampu menjaga perputaran ekonomi.