TANGERANGNEWS.com- Generasi Z (Gen Z) semakin kritis terhadap jalur pendidikan formal. Hal Berdasarkan survei Deloitte Global 2025 Gen Z and Millennial Survey, dimana hampir sepertiga atau 31 persen dari Gen Z menyatakan memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Alasan utama di balik keputusan ini adalah mahalnya biaya kuliah, sebagaimana diungkapkan 39 persen responden.
Namun, persoalan finansial bukan satu-satunya pemicu. Banyak Gen Z yang merasa pendidikan tinggi tidak mampu memberikan pengalaman praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.
Alih-alih menghabiskan waktu dan biaya di bangku kuliah, mereka lebih memilih jalur alternatif seperti pelatihan, magang, hingga on-the-job training (OJT) yang dianggap lebih relevan dan berbasis keterampilan.
Survei ini dilakukan terhadap 14.751 Gen Z dan 8.731 milenial dari 44 negara, termasuk Indonesia.
Sebanyak 535 responden berasal dari Indonesia dengan rincian 326 Gen Z dan 209 milenial. Responden datang dari latar belakang beragam, mulai dari pekerja di sektor multinasional, UMKM, ekonomi pertunjukan, hingga mereka yang menganggur atau sedang membuka usaha.
Metode survei menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka, wawancara kualitatif, dan survei online. Wawancara dilakukan antara 19 Desember 2024 hingga 10 Januari 2025.
Mengapa Gen Z Memilih Tidak Kuliah?
Selain biaya kuliah yang tinggi (39 persen), terdapat sejumlah alasan lain yang mendorong Gen Z menjauh dari pendidikan tinggi, seperti dikutip dari DetikCom, Selasa, 20 Mei 2025.
- Kondisi keluarga atau pribadi (34 persen)
- Keinginan belajar lebih fleksibel dan mandiri (26 persen)
- Menempuh jalur karier tanpa kuliah seperti magang atau pelatihan vokasi (25 persen)
- Kurangnya minat pada pendidikan formal (21 persen)
- Kekhawatiran terhadap utang pendidikan atau student loan (21 persen)
- Pilihan membuka usaha sendiri (19 persen)
- Pandangan bahwa kampus tidak menawarkan skill yang relevan dengan perkembangan teknologi seperti AI (16 persen)
Survei juga mengungkap sejumlah kekhawatiran Gen Z terhadap sistem pendidikan tinggi saat ini:
- Biaya kuliah yang sangat mahal (40 persen)
- Kualitas pendidikan yang dianggap belum memadai (35 persen)
- Minimnya pengalaman praktis (28 persen)
- Kurikulum yang kurang relevan dengan dunia kerja (24 persen)
- Waktu tempuh studi yang terlalu panjang (22 persen)
- Pilihan pembelajaran fleksibel yang terbatas (20 persen).